..:: SELAMAT DATANG DI BLOG BIOSKOP TRANSPARANT ! Anda dapat Mendownload Film, Membaca Cerita, Belajar by Tutorial, Semoga Menyenangkan ::..

Menu Utama

Rabu, 28 November 2012

Cerita Lucu: Tidur Telentang

Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli dan professor dari Jepang selama 20 tahun, akhirnya mereka mengumumkan keputusan yang sangat mengejutkan tentang cara tidur kita selama ini. Ternyata tidur telentang sangat tidak dianjurkan oleh para peneliti dari Jepang tersebut. Berikut kutipan dari Prof. Dr. Yoshihiro:

"Kalau tidur jangan sekali-kali dalam posisi TELENTANG!! Karena tidur TELENTANG itu bisa membayakan kesehatan Anda"

Beberapa survey telah dilakukan dan memang menghasilkan bukti akurat. Orang-orang yang tidur dalam keadaan TELENTANG akan mengalami gejala-gejala sebagai berikut:
  • Susah bernafas
  • Tersedak
  • Pencernaan terganggu
  • Lebih bahayanya lagi dapat mengakibatkan KEMATIAN
Oleh karena itu, sangat disarankan agar Anda menghindari tidur TELENTANG, sebab jangankan tidur TELEN TANG, TELEN BAUT saja susahnya setengah mati, apalagi TELEN TANG. Jadi disarankan tidur TELEN LIUR saja ya :)

Selasa, 27 November 2012

Anggota DPR RI - Kumpulan Cerita Lucu

Ada orang desa yang terpilih menjadi anggota DPR RI. Orang tersebut mendatangi seorang Kyai dikampungya dengan mobil mewah dan disertai dengan supir serta ajudannya.

Anggota DPR RI : Pak Kyai, hebat mana saya dengan pak lurah?
Pak Kyai : Yaa jelas hebatan anggota DPR RI, gaji 1 banding 1000
Anggota DPR RI : (Tersenyum bangga lalu bertanya) Kalau dengan Bupati pak Kyai?
Pak Kyai : Yaa masih hebat DPR RI, punya kewenangan menentukan anggaran
Anggota DPR RI : Kalau dengan menteri Kyai?
Pak Kyai : Yaa.. masih hebatan DPR RI, menteri takut dengan DPR RI
Anggota DPR RI : (Tersenyum sambil berkata) Betul..Betul.. Kalau dengan presiden, Kyai?
Pak Kyai : Yaa.. masih hebat DPR RI, presiden juga takut sama DPR RI
Anggota DPR RI : Lha, kalau dengan Nabi, gimana pak Kyai?
Pak Kyai : (Terdiam sejenak sambil berfikir, lalu berkata) Yaa.. masih hebat DPR RI
Anggota DPR RI : Kok bisa? pak Kyai ini ada-ada saja
Pak Kyai : Nabi masih takut sama Tuhan! Kalau DRP RI sudah nggak takut lagi sama Tuhan!!!

Kumpulan Cerita Lucu: Ibu dan Anak

Ada seorang ibu orang medan yang tengah mengatuk mau tidur. Lalu tiba-tiba anaknya bertanya: "Mak, Mamak udah pernah injak Jakarta?"

Si ibu menjawab "Udah nak"
Terus si anak bertanya lagi: "Kalau Bandung?"
Si ibu menjawab: "Udah anakku.."
Terus si anak bertanya lagi: "Kalau Jogjakarta udah?"
Si ibu menjawab: "Udah.."
Lalu si anak bertanya lagi: "Kalau Surabaya, Makassar, Papua, Aceh, Ponianak, Pekanbaru, Balikpapan, Manado, Kendari, Pangkal Pinang, Batam, Palangkaraya udah mak?"
Sambil menahan kantuk si ibu menjawab: "Tidurlah nak, tinggal mulutmu aja lagi yang belum mamak injak"

Kumpulan Cerita Horor: Misteri Burung Hantu Jadi-jadian

Kabar tentang burung hantu jadi-jadian yang muncul di setiap malam semakin ramai diperbincangkan. Di setiap rumah, warung, pos ronda, sawah, empang, bahkan sudah menyebrang ke beberapa desa tetangga.

Konon menurut cerita para saksi, burung ini sering muncul dan bertengger diatap rumah orang hamil, atau di batang pohon yang menghadap rumah orang hamil. Selain itu, burung ini juga sering muncul dan berjalan-jalan di teras rumah penduduk. Dan yang lebih anehnya lagi burung ini pernah muncul dan menghampiri kerumunan warga yang sedang ngobrol-ngobrol di teras rumah, tapi begitu hendak ditangkap burung itu langsung terbang dengan meninggalkan kesan misteri pada warga.

Minggu, 25 November 2012

Serigala dan Onta - Cerita Anak

Ada sebuah desa di dekat sebuah sungai. Di desa ini banyak sekali terdapat ayam. Di hutan yang bersebelahan dengan desa ini terdapat seekor serigala. Serigala ini setiap malam pergi ke desa itu. Ia mencekik dan mencuri ayam-ayam itu lalu memakannya. Ini terus berlangsung lama hingga di desa ini tidak ada satu pun ayam. Seringkali penduduk desa berusaha  membunuh serigala ini atau menangkapnya namun mereka tidak berhasil. Pada saat mereka telah putus asa mengurusi masalah serigala ini, mereka berpikir untuk pergi saja dari tempat itu. Akhirnya penduduk desa pun bersepakat untuk pergi meninggalkan desanya.

Harimau dan Tikus Kecil - Cerita Anak

Ada seekor harimau yang hidup di sebuah hutan yang luas sekali. Ada banyak jenis hewan yang hidup di hutan ini, seperti gajah, singa, kijang, serigala, macan dan beruang. Harimau ini adalah raja semua hewan. Ia kuat dan memiliki suara yang keras. Ketika meraung, maka akan didengar oleh semua hewan yang ada di hutan lalu mereka semua takut dan gemetar.

Di hutan ini terdapat sekelompok tikus yang hidup di lubang-lubang yang mereka buat. Tikus-tikus ini tidak mengetahui sedikit pun mengenai harimau si raja hutan itu. Pada suatu hari, tikus-tikus itu keluar dari lubang-lubang persembunyiannya dan mulai bermain lompat-lompatan. Mereka berlompat-lompat dan berlarian.

Selasa, 20 November 2012

Guru Juga Manusia

Panges belajar dengan tekun. Nilai matematikanya jatuh saat ulangan kemarin. Besok ulangan matematika akan diadakan lagi. Ia ingin nilainya bisa lebih baik atau bahkan sempurna alias seratus.

Panges belajar tekun bukan hanya karena nilai, melainkan juga karena hadiah. Bu Hesti kemarin menjanjikan sebuah hadiah bagi siswa yang nilai matematikanya 100.

"Bagi yang nilainya seratus, kalian akan dapat ini!" kata Bu Hesti sambil menunjukkan buku kumpulan cerpen Bobo. Wow Panges seketika ngiler melihat buku kesukaannya itu.

Anak Rusa Mencari Kejayaan

Di sebuah daerah pegunungan di salah satu benua, hiduplah sebuah keluarga Rusa. Suatu ketika Ayah dari dua anak rusa itu memerintahkan anak-anaknya untuk menjemput 'kejayaan'nya masing-masing dengan memberi mereka tugas untuk menaiki sebuah gunung batu nan terjal dan harus mencapai puncaknya. Ayah rusa mengingatkan kepada anak-anaknya bahwa jalan yang akan ditempuh mereka dalam mendaki gunung tidaklah mudah, ada rintangan yang harus mereka lewati, baik rintangan dari luar maupun rintangan dari dalam diri mereka sendiri, dan barangsiapa yang berhasil mencapai puncaknya, maka ia telah mendapat 'kejayaan' dan pemenang yang sejati.

Kedua anak rusa itu pun segera melaksanakan amanat yang diberikan ayahnya kepada mereka untuk kemudian menyelesaikannya. Ayah rusa adalah ayah yang bijaksana, ia tidak pernah pilih kasih terhadap anak-anaknya. Ia memberikan tugas yang sama kepada kedua anaknya. Padahal kedua anak rusa itu memiliki kondisi fisik yang jauh berbeda.

Si Sigarlaki dan Si Limbat - Cerita Rakyat Sulawesi Utara

Alkisah di Tondano Sulawesi Utara, hiduplah seorang pemuda bernama Sigarlaki. Ia seorang yatim piatu. Orangtuanya telah lama meninggal dunia. Sang ibu meninggal karena  sakit keras. Ayahnya pun menyusul setahun kemudian. Sigarlaki sangat sedih.

Sigarlaki : "Ayah...ibu...mengapa  kalian cepat sekali meninggalkan aku?" (sambil menangis)

Kini, hidupnya sebatang kara. Ia merasa tidak mempunyai teman untuk berbagi cerita. Ia hanya bisa mencurahkan isi hatinya kepada kijang peliharaannya. Dua tahun setelah kepergiaan ayahnya, Sigarlaki masih tinggal sendiri. Sampai suatu malam...

Senin, 19 November 2012

Si Lancang - Cerita Rakyat Propinsi Riau

Alkisah tersebutlah sebuah cerita, di daerah Kampar pada zaman dahulu hiduplah si Lancang dengan ibunya. Mereka hidup dengan sangat miskin. Mereka berdua bekerja sebagai buruh tani.

Untuk memperbaiki hidupnya, maka Si Lancang berniat merantau. Pada suatu hari ia meminta izin pada ibu dan guru ngajinya. Ibunya pun berpesan agar di rantau orang kelak Si Lancang selalu ingat pada ibu dan kampung halamannya. Ibunya berpesan agar Si Lancang jangan menjadi anak yang durhaka.

Si Lancang pun berjanji pada ibunya tersebut. Ibunya menjadi terharu saat Si Lancang menyembah lututnya untuk minta berkah. Ibunya membekalinya sebungkus lumping dodak, kue kegemaran Si Lancang.

Aryo Menak dan Tujuh Bidadari - Cerita Rakyat Jawa Timur

Dikisahkan pada jaman Aryo Menak hidup, pulau Madura masih sangat subur. Hutannya sangat lebat. Ladang-ladang padi menguning.

Aryo Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau, dilihatnya cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda gurau disana.

Ia sangat  terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki seorang diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.

Minggu, 18 November 2012

Legenda Candi Prambanan - Cerita Rakyat Jawa Tengah

Di dekat kota Yogyakarta terdapat candi Hindu yang paling indah di Indonesia. Candi ini dibangun dalam abad kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut candi Prambanan tetapi juga terkenal sebagai candi Lara Jonggrang, sebuah nama yang diambil dari legenda Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Beginilah ceritanya.

Konon tersebutlah seorang raja yang bernama Prabu Baka. Beliau bertahta di Prambanan. Raja ini seorang raksasa yang menakutkan dan besar kekuasaannya. Meskipun demikian, kalau sudah takdir, akhirnya dia kalah juga dengan Raja Pengging. Prabu Baka meninggal di medan perang. Kemenangan Raja Pengging itu disebabkan karena bantuan orang kuat yang bernama Bondowoso yang juga terkenal sebagai Bandung Bondowoso karena dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.

Sangkuriang - Cerita Rakyat dari Jawa Barat

Pada zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang  anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu.

Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.

Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan.

Jumat, 16 November 2012

Asal-usul Nama Lubuk Bedorong - Cerita Rakyat Jambi

Zaman dahulu kala, Lubuk Bedorong adalah nama sebuah lubuk, nama itu diberikan oleh seorang yang merancang melatih Desa Lubuk Bedorong namanya Mangkuto Saman, berasal dari pulau Jawa, istrinya bernama Siti Mariam yang berasal dari Jambi.

Setelah menikah Mangkuto Saman mempunyai keinginan untuk mencari wilayah baru sebagai tempat pemukiman mereka. Keinginan tersebut disampaikan kepada kedua mertuanya atas persetujuan kedua mertuanya maka berangkatlah Mangkuto Saman beserta rombongan kearah barat Provinsi Jambi berjumlah 40 orang, yang terdiri dari Mangkuto Saman dan istri dan seorang Sutan Rajo Merah adik dari Siti Mariam, 2 orang pegawai dan 35 orang mempunyai keahlian dipertambangan emas, setelah berbulan-bulan rombongan tersebut berjalan sehingga sampai di Bangko.

Si Balang Penunggu Gunung Kembang

Si Balang Penunggu Gunung Kembang ini merupakan cerita rakyat dari kabupaten Sarolangun, propinsi Jambi

Pada zaman penjajahan, tepatnya sekitar tahun 1930-an di Kebupaten Sarolangun atau lebih tepatnya di daerah Tanjung Rambai sekarang hiduplah seorang nenek yang sudah sangat tua. Nenek itu ditemani oleh seorang cucunya si Balang yang tampan, berakhlak baik dan juga sangat sayang kepadanya. Ditempat tinggal mereka terdapatlah sebuah gunung yang dikelilingi bukit-bukit. si Balang selalu bingung melihat neneknya yang setiap hari jum'at selalu membersihkan rumput yang ada disekitar gunung itu. Namun ia sempat berfikir bahwa itu hanya rutinitas neneknya saja dan berusaha menghilangkan pikiran bingung itu dari benaknya. Akan tetapi, suatu hari neneknya tiba-tiba sangat marah padanya dikarenakan si Balang lupa mengingatkan neneknya untuk pergi kegunung dan membersihkan rumput disana pada hari jum'at yang lalu. Neneknya tidak pernah semarah ini pada si Balang sehingga membuat si Balang bingung lagi dan berfikir betapa pentingnya membersihkan Gunung itu.

Rabu, 14 November 2012

Asul Mula Guntur

Dahulu kala peri dan manusia hidup berdampingan dengan rukun. Mekhala, si peri cantik dan pandai, berguru pada Shie, seorang pertapa sakti. Selain Mekhala, Guru Shie juga mempunyai murid laki-laki bernama Ramasaur. Murid laki-laki ini selalu iri pada Mekhala karena kalah pandai. Namun Guru Shie tetap menyayangi kedua muridnya. Dan tidak pernah membedakan mereka.

Suatu hari Guru Shie memanggil mereka dan berkata,
"Besok, berikan padaku secawan penuh air embun. Siapa yang lebih cepat mendapatkannya, beruntunglah dia. Embun itu akan kuubah menjadi permata, yang bisa mengabulkan permintaan apapun."

Mekhala dan Ramasaur tertegun. Terbayang oleh Ramasaur ia akan meminta harta dan kemewahan. Sehingga ia bisa menjadi orang terkaya di negerinya. Namun Mekhala malah berpikir keras. Mendapatkan secawan air embun tentu tidak mudah, gumam Mekhala di dalam hati.

Asal Mula Gunung Batu Banawa - Cerita Rakyat Kalimantan Selatan

Konon pada jaman dahulu kala, di Desa Pagat, Kalimantan Selatan, hiduplah seorang janda tua bernama Diang Ingsung dengan seorang anaknya yang bernama Raden Penganten. Kehidupan mereka berdua diliputi dengan rasa kasih sayang, karena keluarga itu hanya terdiri dari dua orang sehingga tidak ada anggota keluarga lain tempat membagi kecintaannya.

Kehidupan mereka sangat sederhana. Mereka hanya hidup dari alam sekitarnya, tanaman hanya terbatas pada halaman rumahnya, demikian pula perburuannya terbatas pada binatang-binatang yang ada di sekitar desa mereka.

Asal Usul Danau Toba - Cerita Rakyat Sumatera Utara

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai.

"Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyanggoyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.

Dongeng Anak: Batu Sang Raja

Pada zaman dahulu kala, ada seorang Raja di negeri Antah Berantah bersifat sangat baik hati. Rakyat sangat menyenangi Raja, tetapi Raja juga mengetahui rakyatnya ada yang baik ada pula yang jahat. Raja menyadari di bumi ini selalu ada yang bersifat berbeda. Namun Raja menginginkan agar rakyatnya mempunyai hati nurani untuk saling sayang menyayangi sesamanya. Raja ingin sekali mengetahui siapa sebenarnya yang mempunyai hati mulia. Setiap hari Raja selalu dikelilingi oleh orang-orang yang bermuka manis, tetapi belum tentu hatinya baik.

Raja kemudian pergi ke jalan yang menuju ke istana dan meletakkan batu besar di tengah jalan. Raja menyingkir ke pinggir jalan dan mengintai dari balik pepohonan yang rimbun.

Aji Saka

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.

Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun.

Minggu, 11 November 2012

Pasangan Jiwa - Bagian Ketiga

Tahun demi tahun berlalu, sampai akhirnya Andri mendapatkan calon yang sempurna. Bukan saja ia cantik dan masih muda, tapi juga pencinta buku dan seni. Tak ada rintangan, khitbah pun segera dilangsungkan. Namun malang tak dapat ditolak. Tiga hari sebelum pernikahan, gadis itu terjatuh dari tangga dan mati. Sepertinya nasib mengolok-olokkan Andri. Andri menjadi fatalis. Ia tidak lagi peduli pada wanita, ia hanya bekerja dan bekerja. Sekarang ia bekerja di kantor pemerintahan di Yogya. Mengabdikan diri pada tugas dan sama sekali berhenti memikirkan pernikahan. Tapi ia bekerja dengan sangat baik, sehingga atasannya, Hakim Sulaiman, terkesan pada dedikasi dan kesungguhannya… hingga mengusulkan Andri untuk menikahi keponakannya. Pembicaraan itu sangat menyakitkan Andri.

Pasangan Jiwa - Bagian Pertama

Andri telah beranjak dewasa. Sudah saatnya ia mencari gadis yang baik untuk dijadikan istri. Tapi sampai saat ini, ia belum juga berhasil. Bukan suatu hal yang aneh. Ia memang terlalu mempertimbangkan bibit-bebet-bobot calon istrinya. Maka, saat musim panas mulai bertiup, Andri melakukan perjalanan ke Yogya. Di tengah perjalanan, Andri memutuskan untuk beristirahat di sebuah rumah penginapan yang berada di Sekitar Malioboro. Kebetulan ia bertemu dengan teman sekolahnya dulu. Maka Andri tak segan untuk menceritakan maksud perjalanannya itu.

Pasangan Jiwa - Bagian Kedua

Kukuruyukkkkk...!! Suara nyaring ayam jantan memecah keheningan...

Andri tersentak.

Kukuruyukkkkk...!! Kokok nyaring ayam jantan membangunkan Andri dari tidurnya.

Ah.. rupa-rupanya ia tertidur di atas sajadah... Alhamdulillah, waktu subuh belum habis. Andri bersegera mengambil wudhu... Sehabis sholat subuh, Andri kembali teringat mimpinya. Seolah semua menjadi teka-teki. Andri belum tahu apakah harus menganggapnya sebagai jawaban atas sholat istikhorohnya atau tidak. Untuk mcnyingkap tabir mimpi itu, cuma ada satu cara yang bisa dilakukannya : mencari gadis kecil yang katanya calon istrinya itu! Lalu Andri pun bergegas ke pasar terdekat. Sepanjang jalan ia berdoa dan berjanji. Berdoa agar calon istrinya memang benar-benar baik bibit, bebet dan bobotnya. Sebagaimana telah diisyaratkan dalam mimpi. Dan ia berjanji untuk menerima takdirnya dan berusaha menjadi muslim yang baik. Lebih baik dari kualitasnya sekarang.

Kamis, 08 November 2012

Aini dan Burung Kecil

Cerita Anak - Aini dan Burung Kecil
Aini berulang tahun. Ia gadis kecil yang manis. Hari ulang tahunnya dirayakan dengan pesta kecil yang meriah.

Halaman belakang rumahnya dihiasi banyak balon, pita, dan bunga-bunga. Hiasan itu pemberian dari Bibi Anya, adik ibunya.

Taman kecil di belakang rumah itu jadi indah sekali.

Pesta ulang tahun itu diisi doa. Mereka berdoa agar Aini selalu diberi kebahagiaan. Lalu nyanyian selamat ulang tahun yang ramai. Barulah acara makan yang menyenangkan. Ulang tahun yang melelahkan, tapi menyenangkan.

Cerpen Bobo: Pangeran Bertopeng

Cerita Bobo - Cerpen Bobo - Pangeran Bertopeng
Di sebuah desa, hiduplah tiga pemuda kakak beradik. Rommy, Edward dan Albert. Edward dan Albert sangat tampan dan gagah. Sangat berbeda dengan kakak sulung mereka yang berwajah seram. Kedua pemuda ini sering mengejek kakak mereka.

Suatu hari, Rommy tidak tahan lagi mendengar ejekan-ejekan itu. Ia mendatangi ibunya dan mencurahkan kesedihannya,

"Bunda, mengapa wajahku tak setampan kedua adikku? Aku tak tahan melihat orang-orang yang ketakutan saat melihat wajahku..."

"Anakku, Bunda juga memikirkan keadaanmu! Bunda punya peninggalan topeng sakti dari kakekmu… Jika kau memakainya, kau akan tampak gagah dan tampak. Bahkan lebih dari kedua adikmu. Orang-orang tidak akan takut dan mengejekmu lagi. Asal, kau jangan menjadi sombong," ujar si ibu.

Sejak saat itu, Rommy selalu mengenakan topeng peninggalan kakeknya. Kini tak ada lagi orang yang takut jika melihat wajahnya. Juga tak ada yang mengejeknya. Namun, Edward dan Albert tambah membencinya. Sebab Rommy semakin disayangi orang banyak karena ia suka menolong.

Sementara itu, Raja Istana Biru Langit sedang mencari calon suami untuk Putri Rachel. Raja Istana Biru Langit sudah sangat tua. Ia ingin putrinya segera menikah dan menggantikan kedudukannya. Ia lalu mengadakan pesta besar di istananya. Semua pemuda gagah dan pandai boleh datang ke pesta itu. Edward dan Albert sangat gembira mendengar berita itu.

"Ayah, Bunda, kami akan mengikuti pesta di Istana Biru Langit. Kemampuan perang dan ilmu pengetahuan kami sangat tinggi. Tentu salah satu dari kami bisa lolos menjadi calon suami Putri Rachel," ucap Edward sombong.

"Kami akan membuat Ayah Bunda bangga karena kita akan menjadi anggota kerajaan..." tambah Albert.

"Dan Rommy, apakah kau tidak tertarik mengikuti pesta ini?" tanya sang Bunda.

"Rasanya aku tidak mungkin mengikuti pesta ini. Biarlah aku menonton saja. Semoga Edward dan Albert bisa menang," jawab Rommy merendah.

Pesta pertandingan akhirnya tiba juga. Banyak pangeran dari berbagai negeri mengikuti acara tersebut. Juga para pemuda yang tampan, pandai berperang dan berilmu. Acara dimulai dengan ujian ilmu pengetahuan. Lalu ujian keahlian berperang. Banyak calon mulai berguguran. Yang tersisa hanya beberapa orang, termasuk Edward dan Albert. Ujian terakhir adalah mengalahkan singa kelaparan di arena.

Serangan singa yang kelaparan itu ternyata amat ganas. Namun aneh. Lawan yang kalah ditinggalkannya begitu saja. Tidak digigit dan dilukai. Albert termasuk pemuda yang gagal mengalahkan singa ini. Kini tinggal Edward sendiri yang masih bertahan.

Edward bertarung dengan sengit. Singa yang telah kelelahan ini tidak lagi bisa melawan selincah tadi. Tentu saja Edward beruntung. Ia dapat memojokkan singa itu.

"Hahaha… kuhabisi kau!" Teriak Edward sambil menghunuskan pedangnya ke arah tubuh si singa.

Singa itu mengelak. Namun ia meraung karena terluka sedikit. Edward semakin pongah dan menyerang kembali. Ketika si singa akan ditusuk, tiba-tiba..."Edward, cukup! Jangan sakiti lagi singa yang baik itu..." teriak Rommy sambil meloncat dari kerumunan orang banyak.

"Hei, kau tak suka aku memenangkan pertandingan ini?! Minggir kau!" marah Edward.

"Edward, kasihanilah singa jinak ini. Ia kan hanya disuruh bertanding, makanya ia tidak membunuh. Seharusnya kau juga begitu, tidak membunuh," ujar Rommy.

Edward menjadi dongkol mendengar nasehat Rommy. Tanpa bicara, ia langsung menyerang kakaknya itu. Rommy berusaha mengelak, dan tidak membalas menyerang. Para penonton seperti tersihir, dan tak ada yang berani mencegah. Sementara itu, Putri Rachel kagum melihat kebaikan Rommy.

"Prang..." pedang di tangan Edward jatuh. Rommy dengan sigap menawan Edward yang pucat. Ia tidak percaya bisa dikalahkan kakaknya.

Rakyat banyak langsung bertepuk tangan memberi selamat. Rommy cepat-cepat menolong singa yang terluka.

"Rakyatku, akhirnya pertandingan ini selesai. Pemuda pemenang ini akan mendampingi putriku!" seru Raja Istana Biru Langit.

"Hahaha, apa Putri Rachel tak takut melihat wajahnya?" teriak Edward.

"Ya ya, lihatlah wajahnya yang sebenarnya. Sangat buruk," teriak Albert.

"Baginda, wajahku memang sangat menakutkan. Karena itu hamba tidak berani membuka topeng ini. Biarlah Edward yang jadi pemenangnya, karena hamba memang tidak bermaksud mengikuti pertandingan ini. Hamba hanya ingin menolong singa ini..." ucap Rommy.

"Tidak! Pemuda bertopeng, apapun bentuk wajahmu, kaulah pemenangnya. Aku percaya kau akan menjadi pemimpin yang disegani…." teriak Putri Rachel tiba-tiba.

Putri Rachel turun dari tempat duduknya. Perlahan ia membuka topeng yang selalu membungkus wajah Rommy. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat wajah tampan di balik topeng itu.

"Kau sangat tampan, kenapa selalu bertopeng?" kata Putri Rachel.

Rommy tidak percaya pada ucapan Putri Rachel. Putri itu lalu memberinya kaca. Ternyata topeng ajaib itu telah merubah wajah Rommy. Menjadi tampan, sesuai dengan ketampanan hatinya.

Akhirnya Putri Rachel menikah dengan Rommy. Setelah menjadi raja, Rommy tetap tidak pernah melepaskan topengnya. Akhirnya ia dikenal dengan julukan Pangeran Bertopeng yang Bijaksana

Untuk kalian yang ingin membaca lebih banyak lagi cerita atau cerpen bobo, kalian bisa membaca kumpulan cerita bobo online di kidnesia.com.

Kamis, 25 Oktober 2012

Buaya yang Tidak Jujur

Cerita Dongeng Buaya yang Tidak Jujur
Ada sebuah sungai di pinggir hutan. Di sungai itu hiduplah sekelompok buaya. Buaya itu ada yang berwarna putih, hitam, dan belang-belang. Meskipun warna kulit mereka berbeda, mereka selalu hidup rukun.

Di antara buaya-buaya itu ada seekor buaya yang badannya paling besar. Ia menjadi raja bagi kelompok buaya tersebut. Raja buaya memerintah dengan adil dan bijaksana sehingga dicintai rakyatnya.

Suatu ketika terjadi musim kemarau yang amat panjang. Rumput-rumput di tepi hutan mulai menguning. Sungaisungai mulai surut airnya. Binatang-binatang pemakan rumput banyak yang mati.

Rabu, 24 Oktober 2012

Balas Budi Burung Bangau

Cerita Dongeng Balas Budi Burung Bangau
Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama Yosaku. Kerjanya mengambil kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan. Terus seperti itu setiap harinya.

Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju. Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu.

Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku beberapa kali sebelum terbang ke angkasa.

Minggu, 21 Oktober 2012

Cerpen Bobo: Asyiknya Berbagi

Cerita Bobo - Cerpen Bobo Asyiknya Berbagi
"Kak Ita, boleh 'nggak pinjam pulpennya, satu. Punyaku tintanya habis," Ully merayu kakaknya. Ita menggeleng.

"Aku juga mau pakai."

"Kak Ita, kan, sedang menggambar."

"Memang. Tapi besok aku ada ulangan. Kalau tintanya habis saat sedang ulangan, bagaimana?"

"Yaa... Kak Ita. Pinjam sebentar, soalnya tanggung, aku sedang menyalin. Nanti malam pasti aku ganti dengan bolpen baru," Ully merayu lagi.

"Kalau kamu mau beli, ya beli sekarang saja. Kenapa harus nunggu sampai nanti malam."

"Dasar pelit!" Ully pergi sambil merajuk.

Selalu saja begitu. Buku, pinsil, bolpen, selalu saja jadi bahan pertengkaran. Ita memang sulit berbagi.

"Kenapa si orang-orang tidak berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Selalu merepotkan orang lain saja!" Ita bersungut ketika Ully sudah pergi. Tangan Ita sibuk menyelesaikan sketsa gambar yang ditugaskan gurunya. "Nah, sekarang tinggal mewarnai," Ita meraih kotak cat air. Dan…" Ya ampun! Kenapa aku bisa lupa…" Ita terbelalak memandangi tube cat air yang sudah kempes. Satu persatu dipencet-pencet. Kering semua. Ita lupa kalau cat sudah habis. Ia memakainya untuk mewarnai gambar Mickey yang ia pajang di dinding kamar.

"Ully masih punya 'nggak ya?" Ita bergumam. "Ih, buat apa pinjam pada Ully. Itu berarti membari kesempatan padanya untuk meminjam barang-barangku. Aku beli saja, ah!" setengah berlari Ita keluar dari kamarnya. Di pintu depan dia berpapasan dengan Ully.

"Mau ke mana Kak Ita?" Ully heran melihat kakaknya terburu-buru seperti itu. Ita menunjuk ke depan tanpa menjawab.

"Lapar ya, mau beli pisang goreng..."Ully menggoda. Ita mendelik.

"Makanan saja yang ada di pikiranmu. Beli cat air!"

"Kak Ita..."Ully mau mengucapkan sesuatu tapi tak jadi sebab Ita keburu lari. "Heran, Kak Ita tak pernah mau minta bantuan padaku. Coba kalau dia ngomong sama aku. Pasti kuberitahu kalau di warung depan itu tak ada cat air. Dan aku akan kasih pinjam cat airku," Ully bergumam.

Di dalam kamar Ully menimang-nimang cat air miliknya. "Kak Ita pasti dimarahi Bu Guru kalau gambarnya tidak selesai. Aku harus menolongnya. Tapi... biar saja deh. Dia juga pelit," Ully memasukkan lagi kotak cat air ke dalam laci. "Tapi kata Mama kita tidak boleh membiarkan orang yang memerlukan pertolongan," Ully mengeluarkan lagi kotak cat airnya. "Kupinjamkan… jangan… pinjamkan… jangan..." Ully menghitung-hitung jarinya. "Ah… kupinjamkan saja. Kasihan Kak Ita."

Dengan berjingkat-jingkat ia masuk ke kamar Ita. Lalu menaruh kotak cat air di meja belajar. Tapi belum sempat Ully keluar pintu kamar, Ita sudah keburu datang.

"Berani-beraninya kamu masuk kamarku tanpa ijin. Mau apa kamu? "Ita langsung sewot." Ayo keluar!" Ita mendorongUlly keluar kamar sebelum Ully sempat memberi penjelasan. Ita menutup pintu dengan kasar, lalu menghempaskan tubuhnya di kursi. "Uh! Apa yang harus kulakukan. Gambar harus selesai. Di warung tak ada cat air. Pinjam sama Ully? Amit-amit! Eh, apa itu?" Mata Ita tertumbuk pada sebuah benda di atas meja belajar. Kotak cat air. Dia sangat terkejut ketika membaca sebaris nama di tutup kotak itu. "Ully…" Ita berbisik. "Ully masuk ke kamarku untuk meminjamkan cat air… Ah, dia pasti ada maunya!" Ita meraih kotak cat air, lalu bergegas menuju kamar Ully.

"Aku tidak memerlukan ini. Kamu pasti ingin aku meminjamkan pulpenku," ujar Ita sambil meletakkan kotak cat air di meja Ully. Sejenak Ully bengong. Lalu lalu menggeleng.

"Aku sudah beli tadi. Ini!" Ully mengacungkan pulpen yang baru dibelinya. "Aku pinjamkan itu karena aku tahu Kak Ita pasti memerlukannya."

"Kamu...?" Ita menatap Ully lekat-lekat. Ully mengangguk mantap.

"Pakai saja, isinya masih banyak kok." Ita ragu-ragu. Ully mengangsurkan kotak cat air ke tangan kakaknya. Malu-malu Ita meraihnya, lalu memeluk Ully erat-erat. Ita menyesal selama ini selalu berprasangka buruk pada adiknya. Bahkan pada orang-orang di sekelilingnya. Hari ini Ita sadar. Jika mau berbagi, hidup jadi terasa lebih menyenangkan.

Untuk kalian yang ingin membaca lebih banyak lagi cerita atau cerpen bobo, kalian bisa membaca kumpulan cerita bobo online di kidnesia.com.

Sabtu, 20 Oktober 2012

Cindaku - Cerita Rakyat Jambi

Cindaku adalah sebutan untuk manusia harimau yang berasal dari daerah Kerinci, Jambi. Menurut kepercayaan masyarakat Kerinci, manusia memiliki hubungan batin dengan harimau.

"Bahwasanya di bumi sakti ini tumbuh suatu kepercayaan magis spritual tentang hubungan bathin manusia dengan harimau, sehingganya kemudian tidak mengherankan di tengah masyarakat Kerinci ada pula yang berkeyakinan kalau nenek moyang mereka adalah harimau."

Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kerinci tentang harimau merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang konon telah berperan serta dalam melestarikan hutan di wilayah Kerinci yang merupakan habitat asli dari harimau Sumatra. Diceritakan dalam cerpen Cindaku tentang adanya perjanjian yang dilakukan oleh nenek moyang mereka yang disebut Tingkas, dengan harimau yang tinggal di suatu hutan di wilayah Kerinci. Perjanjian tersebut berisi tentang pembagian wilayah, antara wilayah hunian harimau dan wilayah manusia.

Putri Tangguk - Cerita Rakyat Jambi

Alkisah, di Negeri Bunga, Kecamatan Danau Kerinci Jambi, ada seorang perempuan bernama Putri Tangguk. Ia hidup bersama suami dan tujuh orang anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia bersama suaminya menanam padi di sawahnya yang hanya seluas tangguk. Meskipun hanya seluas tangguk, sawah itu dapat menghasilkan padi yang sangat banyak. Setiap habis dipanen, tanaman padi di sawahnya muncul lagi dan menguning. Dipanen lagi, muncul lagi, dan begitu seterusnya. Berkat ketekunannya bekerja siang dan malam menuai padi, tujuh lumbung padinya yang besar-besar sudah hampir penuh. Namun, kesibukan itu membuatnya lupa mengerjakan pekerjaan lain. Ia terkadang lupa mandi sehingga dakinya dapat dikerok dengan sendok. Ia juga tidak sempat bersilaturahmi dengan tetangganya dan mengurus ketujuh orang anaknya.

Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sudah tidur, Putri Tangguk berkata kepada suaminya yang sedang berbaring di atas pembaringan.

"Bang! Adik sudah capek setiap hari menuai padi. Adik ingin mengurus anak-anak dan bersilaturahmi ke tetangga, karena kita seperti terkucil," ungkap Putri Tangguk kepada suaminya.

"Lalu, apa rencanamu, Dik?" tanya suaminya dengan suara pelan.

"Begini Bang! Besok Adik ingin memenuhi ketujuh lumbung padi yang ada di samping rumah untuk persediaan kebutuhan kita beberapa bulan ke depan," jawab Putri Tangguk.

"Baiklah kalau begitu. Besok anak-anak kita ajak ke sawah untuk membantu mengangkut padi pulang ke rumah," jawab suaminya.

"Ya, Bang!" jawab Putri Tangguk.

Beberapa saat kemudian, mereka pun tertidur lelap karena kelelahan setelah bekerja hampir sehari semalam. Ketika malam semakin larut, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Hujan itu baru berhenti saat hari mulai pagi. akibatnya, semua jalan yang ada di kampung maupun yang menuju ke sawah menjadi licin.

Usai sarapan, Putri Tangguk bersama suami dan ketujuh anaknya berangkat ke sawah untuk menuai padi dan mengangkutnya ke rumah. Dalam perjalanan menuju ke sawah, tiba-tiba Putri Tangguk terpelesat dan terjatuh. Suaminya yang berjalan di belakangnya segera menolongnya. Walau sudah ditolong, Putri Tangguk tetap marah-marah.

"Jalanan kurang ajar!" hardik Putri Tangguk.

"Baiklah! Padi yang aku tuai nanti akan aku serakkan di sini sebagai pengganti pasir agar tidak licin lagi," tambahnya.

Setelah menuai padi yang banyak, hampir semua padi yang mereka bawa diserakkan di jalan itu sehingga tidak licin lagi. Mereka hanya membawa pulang sedikit padi dan memasukkannya ke dalam lumbung padi. Sesuai dengan janjinya, Putri Tangguk tidak pernah lagi menuai padi di sawahnya yang seluas tangguk itu. Kini, ia mengisi hari-harinya dengan menenun kain. Ia membuat baju untuk dirinya sendiri, suami, dan untuk anak-anaknya. Akan tetapi, kesibukannya menenun kain tersebut lagi-lagi membuatnya lupa bersilaturahmi ke rumah tetangga dan mengurus ketujuh anaknya.

Pada suatu hari, Putri Tangguk keasyikan menenun kain dari pagi hingga sore hari, sehingga lupa memasak nasi di dapur untuk suami dan anak-anaknya. Putri Tangguk tetap saja asyik menenun sampai larut malam. Ketujuh anaknya pun tertidur semua. Setelah selesai menenun, Putri Tangguk pun ikut tidur di samping anak-anaknya.

Pada saat tengah malam, si Bungsu terbangun karena kelaparan. Ia menangis minta makan. Untungnya Putri Tangguk dapat membujuknya sehingga anak itu tertidur kembali. Selang beberapa waktu, anak-anaknya yang lain pun terbangun secara bergiliran, dan ia berhasil membujuknya untuk kembali tidur. Namun, ketika anaknya yang Sulung bangun dan minta makan, ia bukan membujuknya, melainkan memarahinya.

"Hei, kamu itu sudah besar! Tidak perlu dilayani seperti anak kecil. Ambil sendiri nasi di panci. Kalau tidak ada, ambil beras dalam kaleng dan masak sendiri. Jika tidak ada beras, ambil padi di lumbung dan tumbuk sendiri!" seru Putri Tangguk kepada anak sulungnya.

Oleh karena sudah kelaparan, si Sulung pun menuruti kata-kata ibunya. Namun, ketika masuk ke dapur, ia tidak menemukan nasi di panci maupun beras di kaleng.

"Bu! Nasi dan beras sudah habis semua. Tolonglah tumbukkan dan tampikan padi!" pinta si Sulung kepada ibunya.

"Apa katamu? Nasi dan beras sudah habis? Seingat ibu, masih ada nasi dingin di panci sisa kemarin. Beras di kaleng pun sepertinya masih ada untuk dua kali tanak. Pasti ada pencuri yang memasuki rumah kita," kata Putri Tangguk.

"Ya, sudahlah kalau begitu. Tahan saja laparnya hingga besok pagi! Ibu malas menumbuk dan menampi beras, apalagi malam-malam begini. Nanti mengganggu tetangga," ujar Putri Tangguk.

Usai berkata begitu, Putri Tangguk tertidur kembali karena kelelahan setelah menenun seharian penuh. Si Sulung pun kembali tidur dan ia harus menahan lapar hingga pagi hari.

Keesokan harinya, ketujuh anaknya bangun dalam keadaan perut keroncongan. Si Bungsu menangis merengek-rengek karena sudah tidak kuat menahan lapar. Demikian pula, keenam anaknya yang lain, semua kelaparan dan minta makan. Putri Tangguk pun segera menyuruh suaminya mengambil padi di lumbung untuk ditumbuk. Sang Suami pun segera menuju ke lumbung padi yang berada di samping rumah. Alangkah terkejutnya sang Suami saat membuka salah satu lumbung padinya, ia mendapati lumbungnya kosong.

"Hei, ke mana padi-padi itu?" gumam sang Suami.

Dengan perasaan panik, ia pun memeriksa satu per satu lumbung padinya yang lain. Namun, setelah ia membuka semuanya, tidak sebutir pun biji padi yang tersisa.

"Dik…! Dik…! Cepatlah kemari!" seru sang Suami memanggil Putri Tangguk.

"Ada apa, Bang?" tanya Putri Tangguk dengan perasaan cemas.

"Lihatlah! Semua lumbung padi kita kosong. Pasti ada pencuri yang mengambil padi kita," jawab sang Suami.

Putri Tangguk hanya ternganga penuh keheranan. Ia seakan-akan tidak percaya pada apa yang baru disaksikannya.

"Benar, Bang! Tadi malam pencuri itu juga mengambil nasi kita di panci dan beras di kaleng," tambah Putri Tangguk.

"Tapi, tidak apalah, Bang! Kita masih mempunyai harapan. Bukankah sawah kita adalah gudang padi?" kata Putri Tangguk.

Usai berkata begitu, Putri Tangguk langsung menarik tangan suaminya lalu berlari menuju ke sawah. Sesampai di sawah, alangkah kecewanya Putri Tangguk, karena harapannya telah sirna.

"Bang! Pupuslah harapan kita. Lihatlah sawah kita! Jangankan biji padi, batang padi pun tidak ada. Yang ada hanya rumput tebal menutupi sawah kita," kata Putri Tangguk.

Sang Suami pun tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya tercengang penuh keheranan menyaksikan peristiwa aneh itu. Dengan perasaan sedih, Putri Tangguk dan suaminya pulang ke rumah. Kakinya terasa sangat berat untuk melangkah. Selama dalam perjalanan, Putri Tangguk mencoba merenungi sikap dan perbuatannya selama ini. Sebelum sampai di rumah, teringatlah ia pada sikap dan perlakuannya terhadap padi dengan menganggapnya hanya seperti pasir dan menyerakkannya di jalan yang becek agar tidak licin.

"Ya… Tuhan! Itukah kesalahanku sehingga kutukan ini datang kepada kami?" keluh Putri Tangguk dalam hati.

Sesampainnya di rumah, Putri Tangguk tidak dapat berbuat apa-apa. Seluruh badannya terasa lemas. Hampir seharian ia hanya duduk termenung. Pada malam harinya, ia bermimpi didatangi oleh seorang lelaki tua berjenggot panjang mengenakan pakaian berwarna putih.

"Wahai Putri Tangguk! Aku tahu kamu mempunyai sawah seluas tangguk, tetapi hasilnya mampu mengisi dasar Danau Kerinci sampai ke langit. Tetapi sayang, Putri Tangguk! Kamu orang yang sombong dan takabbur. Kamu pernah meremehkan padi-padi itu dengan menyerakkannya seperti pasir sebagai pelapis jalan licin. Ketahuilah, wahai Putri Tangguk…! Di antara padi-padi yang pernah kamu serakkan itu ada setangkai padi hitam. Dia adalah raja kami. Jika hanya kami yang kamu perlakukan seperti itu, tidak akan menjadi masalah. Tetapi, karena raja kami juga kamu perlakukan seperti itu, maka kami semua marah. Kami tidak akan datang lagi dan tumbuh di sawahmu. Masa depan kamu dan keluargamu akan sengsara. Rezekimu hanya akan seperti rezeki ayam. Hasil kerja sehari, cukup untuk dimakan sehari. Kamu dan keluargamu tidak akan bisa makan jika tidak bekerja dulu. Hidupmu benar-benar akan seperti ayam, mengais dulu baru makan..." ujar lelaki tua itu dalam mimpi Putri Tangguk.

Putri Tangguk belum sempat berkata apa-apa, orang tua itu sudah menghilang. Ia terbangun dari tidurnya saat hari mulai siang. Ia sangat sedih merenungi semua ucapan orang tua yang datang dalam mimpinya semalam. Ia akan menjalani hidup bersama keluarganya dengan kesengsaraan. Ia sangat menyesali semua perbuatannya yang sombong dan takabbur dengan menyerakkan padi untuk pelapis jalan licin. Namun, apalah arti sebuah penyesalan. Menyesal kemudian tiadalah guna.

Si Kelingking - Cerita Rakyat Jambi

Alkisah, di sebuah dusun di Negeri Jambi, ada sepasang suami-istri yang miskin. Mereka sudah puluhan tahun membina rumah tangga, namun belum dikaruniai anak. Segala usaha telah mereka lakukan untuk mewujudkan keinginan mereka, namun belum juga membuahkan hasil. Sepasang suami-istri itu benar-benar dilanda keputusasaan. Suatu ketika, dalam keadaan putus asa mereka berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

"Ya Tuhan Yang Maha Tahu segala yang ada di dalam hati manusia. Telah lama kami menikah, tetapi belum juga mendapatkan seorang anak. Karuniankanlah kepada kami seorang anak! Walaupun hanya sebesar kelingking, kami akan rela menerimanya," pinta sepasang suami-istri itu.

Beberapa bulan kemudian, sang Istri mengandung. Mulanya sang Suami tidak percaya akan hal itu, karena tidak ada tanda-tanda kehamilan pada istrinya. Di samping karena umur istrinya sudah tua, perut istrinya pun tidak terlihat ada perubahan. Meski demikian, sebagai seorang wanita, sang Istri benar-benar yakin jika dirinya sedang hamil. Ia merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam perutnya. Ia pun berusaha meyakinkan suaminya dengan mengingatkan kembali pada doa yang telah diucapkan dulu.

"Apakah Abang lupa pada doa Abang dulu. Bukankah Abang pernah memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberikan seorang anak walaupun sebesar kelingking?" tanya sang Istri mengingatkan.

Mendengar pertanyaan itu, sang Suami pun termenung dan mengingat-ingat kembali doa yang pernah dia ucapkan dulu.

"O iya, kamu benar, istriku! Sekarang Abang percaya bahwa kamu memang benar-benar hamil. Pantas saja perutmu tidak kelihatan membesar, karena bayi di dalam rahimmu hanya sebesar kelingking," kata sang Suami sambil mengelus-elus perut istrinya.

Waktu terus berjalan. Tak terasa usia kandungan istrinya telah genap sembilan bulan. Pada suatu malam, sang Istri benar-benar melahirkan seorang bayi laki-laki sebesar kelingking. Betapa bahagianya sepasang suami-istri itu, karena telah memperoleh seorang anak yang sudah lama mereka idam-idamkan. Mereka pun memberinya nama Kelingking. Mereka mengasuhnya dengan penuh kasih sayang hingga menjadi dewasa. Hanya saja, tubuhnya masih sebesar kelingking.

Pada suatu hari, Negeri Jambi didatangi Nenek Gergasi. Ia adalah hantu pemakan manusia dan apa saja yang hidup. Kedatangan Nenek Gergasi itu membuat penduduk Negeri Jambi menjadi resah, termasuk keluarga Kelingking. Tak seorang pun warga yang berani pergi ke ladang mencari nafkah. Melihat keadaan itu, Raja Negeri Jambi pun segera memerintahkan seluruh warganya untuk mengungsi.

"Anakku! Ayo bersiap-siaplah! Kita harus pindah dari tempat ini untuk mencari tempat lain yang lebih aman," ajak ayah Kelingking.

Mendengar ajakan ayahnya itu, Kelingking terdiam dan termenung sejenak. Ia berpikir mencari cara untuk mengusir Nenek Gergasi itu. Setelah menemukan caranya, Kelingking pun berkata kepada ayahnya, "Tidak, Ayah! Aku tidak mau pergi mengungsi."

"Apakah kamu tidak takut ditelan oleh Nenek Gergasi itu?" tanya ayahnya.

"Ayah dan Emak jangan khawatir. Aku akan mengusir Nenek Gergasi itu dari negeri ini," jawab si Kelingking.

"Bagaimana cara kamu mengusirnya, sedangkan tubuhmu kecil begitu?" tanya emaknya.

"Justru karena itulah, aku bisa mengusirnya," jawab si Kelingking.

"Apa maksudmu, Anakku?" tanya emaknya bingung.

"Begini Ayah, Emak. Tubuhku ini hanya sebesar kelingking. Jadi, aku mudah bersembunyi dan tidak akan terlihat oleh hantu itu. Aku mohon kepada Ayah agar membuatkan aku lubang untuk tempat bersembunyi. Dari dalam lubang itu, aku akan menakut-nakuti hantu itu. Jika hantu itu telah mati, akan aku beritakan kepada Ayah dan Emak serta semua penduduk," kata Kelingking.

Sang Ayah pun memenuhi permintaan Kelingking. Ia membuat sebuah lubang kecil di dekat tiang rumah paling depan. Setelah itu, ayah dan emak Kelingking pun berangkat mengungsi bersama warga lainnya. Maka tinggallah sendiri si Kelingking di dusun itu. Ia pun segera masuk ke dalam lubang untuk bersembunyi.

Ketika hari menjelang sore, Nenek Gergasi pun datang hendak memakan manusia. Alangkah marahnya ketika ia melihat kampung itu sangat sepi. Rumah-rumah penduduk tampak kosong. Begitu pula dengan kandang-kandang ternak.

"Hai, manusia, kambing, kerbau, dan ayam, di mana kalian? Aku datang ingin menelan kalian semua. Aku sudah lapar!" seru Nenek Gergasi dengan geram.

Kelingking yang mendengar teriakan itu pun menyahut dari dalam lubang.

"Aku di sini, Nenek Tua."

Nenek Gergasi sangat heran mendengar suara manusia, tapi tidak kelihatan manusianya. Ia pun mencoba berteriak memanggil manusia. Betapa terkejutnya ia ketika teriakannya dijawab oleh sebuah suara yang lebih keras lagi. Hantu itu pun mulai ketakutan. Ia mengira ada manusia yang sangat sakti di kampung itu. Beberapa saat kemudian, si Kelingking menggertaknya dari dalam lubang persembunyiannya.

"Kemarilah Nenek Geragasi. Aku juga lapar. Dagingmu pasti enak dan lezat!"

Mendengar suara gertakan itu, Nenek Gergasi langsung lari tungganglanggang dan terjerumus ke dalam jurang dan mati seketika. Si Kelingking pun segera keluar dari dalam lubang tempat persembunyiannya. Dengan perasaan lega, ia pun segera menyampaikan berita gembira itu kepada kedua orangtuanya dan para warga, kemudian mengajak mereka kembali ke perkampungan untuk melaksanakan keseharian seperti biasanya. Mereka pun sangat kagum pada kesaktian Kelingking.

Berita tentang keberhasilan Kelingking mengusir Nenek Gergasi itu sampai ke telinga Raja. Kelingking pun dipanggil untuk segera menghadap sang Raja. Kelingking ditemani oleh ayah dan emaknya.

"Hai, Kelingking! Benarkah kamu yang telah mengusir Nenek Gergasi itu?" tanya sang Raja.

"Benar, Tuanku! Untuk apa hamba berbohong," jawab si Kelingking sambil memberi hormat.

"Baiklah, Kelingking. Aku percaya pada omonganmu. Tapi, ingat! Jika hantu pemakan manusia itu datang lagi, maka tahu sendiri akibatnya. Kamu akan kujadikan makanan tikus putih peliharaan putriku," acam sang Raja.

"Ampun, Tuanku! Jika hamba terbukti berbohong, hamba siap menerima hukuman itu. Tapi, kalau hamba terbukti tidak berbohong, Tuanku berkenan mengangkat hamba menjadi Panglima di istana ini," pinta Kelingking.

Walaupun permintaan Kelingking itu sangatlah berat, sang Raja menyanggupinya dengan pertimbangan bahwa mengusir hantu Nenek Gergasi tidaklah mudah.

Setelah itu, Kelingking bersama kedua orangtuanya memohon diri untuk kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ayah dan emaknya selalui dihantui rasa cemas dan takut kalau-kalau Nenek Gergasi kembali lagi. Hal itu berarti nyawa anaknya akan terancam. Sesampainya di rumah, mereka pun meminta kepada Kelingking agar menceritakan bagaimana ia berhasil mengusir hantu itu. Kelingking pun menceritakan semua peristiwa itu dari awal kedatangan hantu itu hingga lari tungganglanggang.

"Apakah kamu yakin Nenek Gergasi tidak akan kembali lagi ke sini?" tanya ayahnya.

Mendengar pertanyaan itu, Kelingking terdiam. Hatinya tiba-tiba dihinggapi rasa ragu. Jangan-jangan hantu itu kembali lagi. Rupanya, si Kelingking tidak mengetahui bahwa Nenek Gergasi itu telah mati karena terjerumus ke dalam jurang.

Seminggu telah berlalu, Nenek Gergasi tidak pernah muncul lagi. Namun, hal itu belum membuat hati Kelingking tenang. Suatu hari, ketika pulang dari ladang bersama ayahnya, ia menemukan mayat Nenek Gergasi di jurang. Maka yakinlah ia bahwa Nenek Gergasi telah mati dan tidak akan lagi mengganggu penduduk Negeri Jambi.

Keesokan harinya, Kelingking bersama kedua orangtuanya segera menghadap raja untuk membuktikan bahwa ia benar-benar tidak berbohong. Dengan kesaksian kedua orangtuanya, sang Raja pun percaya dan memenuhi janjinya, yakni mengangkat Kelingking menjadi Panglima.

Setelah beberapa bulan menjadi Panglima, Kelingking merasa perlu seorang pendamping hidup. Ia pun menyampaikan keinginannya itu kepada kedua orangtuanya.

"Ayah, Emak! Kini aku sudah dewasa. Aku menginginkan seorang istri. Maukah Ayah dan Emak pergi melamar putri Raja yang cantik itu untukku?" pinta Kelingking.

Alangkah terkejutnya kedua orangtuanya mendengar permintaan Kelingking itu.

"Ah, kamu ini ada-ada saja Kelingking! Tidak mungkin Baginda Raja mau menerima lamaranmu. Awak kecil, selera gedang (besar)," sindir ayahnya.

"Tapi, kita belum mencobanya, Ayah! Siapa tahu sang Putri mau menerima lamaranku," kata Kelingking.

Mulanya kedua orangtuanya enggan memenuhi permintaan Kelingking. Tapi, setelah didesak, akhirnya mereka pun terpaksa menghadap dan siap menerima caci maki dari Raja. Ternyata benar, ketika menghadap, mereka mendapat cacian dari Raja.

"Dasar anakmu si Kelingking itu tidak tahu diuntung! Dikasih sejengkal, minta sedepa. Sudah diangkat menjadi Panglima, minta nikah pula!" bentak sang Raja.

Mendengar bentakan itu, kedua orangtua Kelingking tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun pulang tanpa membawa hasil. Mendengar berita itu, Kelingking tidak berputus asa. Ia meminta agar mereka kembali lagi menghadap Raja, namun hasilnya pun tetap nihil. Akhirnya, Kelingking memutuskan pergi menghadap bersama ibunya. Sesampainya di istana, mereka tetap disambut oleh keluarga istana. Sang Putri pun hadir dalam pertemuan itu. Kelingking menyampaikan langsung lamarannya kepada Raja.

"Ampun, Tuanku! Izinkanlah hamba menikahi putri Tuanku," pinta Kelingking kepada sang Raja.

Mengetahui bahwa ayahandanya pasti akan marah kepada Kelingking, sang Putri pun mendahului ayahnya berbicara.

"Ampun, Ayahanda! Perkenankanlah Ananda menerima lamaran si Kelingking. Ananda bersedia menerima Kelingking apa adanya," sahut sang Putri.

"Nanti engkau menyesal, Putriku. Masih banyak pemuda sempurna dan gagah di negeri ini. Apa yang kamu harapkan dari pemuda sekecil Kelingking itu," ujar sang Raja.

"Ampun, Ayahanda! Memang banyak pemuda gagah di negeri ini, tapi apa jasanya kepada kerajaan? Sementara si Kelingking, meskipun tubuhnya kecil, tapi ia telah berjasa mengusir dan membunuh hantu Nenek Gergasi," tandas sang Putri.

Mendengar pernyataan putrinya, sang Raja tidak berkutik. Ia baru menyadari bahwa ternyata si Kelingking telah berjasa kepada kerajaan dan seluruh penduduk di negeri itu. Akhirnya, sang Raja pun menerima lamaran si Kelingking.

Seminggu kemudian. Pesta pernikahan Kelingking dengan sang Putri dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dengan dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni dan tari. Tamu undangan berdatangan dari berbagai penjuru Negeri.

Dari kejauhan, tampak hanya sang Putri yang duduk sendirian di pelaminan. Si Kelingking tidak kelihatan karena tubuhnya terlalu kecil. Di antara tamu undangan, ada yang berbisik-bisik membicarakan tentang kedua mempelai tersebut.

"Kenapa sang Putri mau menikah dengan si Kelingking? Bagaimana ia bisa mendapatkan keturunan, sementara suaminya hanya sebesar kelingking?" tanya seorang tamu undangan.

"Entahlah! Tapi, yang jelas, sang Putri menikah dengan si Kelingking bukan karena ingin mendapatkan keturunan, tapi ia ingin membalas jasa kepada si Kelingking," jawab seorang tamu undangan lainnya.

Usai pesta pernikahan putrinya, sang Raja memberikan sebagian wilayah kekuasaannya, pasukan pengawal, dan tenaga kerja kepada si Kelingking untuk membangun kerajaan sendiri. Setelah istananya jadi, Kelingking bersama istrinya memimpin kerajaan kecil itu. Meski hidup dalam kemewahan, istri Kelingking tetap menderita batin, karena si Kelingking tidak pernah mengurus kerajaan dan sering pergi secara diam-diam tanpa memberitahukan istrinya. Namun, anehnya, setiap Kelingking pergi, tidak lama kemudian seorang pemuda gagah menunggang kuda putih datang ke kediaman istrinya.

"Ke mana suamimu si Kelingking?" tanya pemuda gagah itu.

"Suamiku sedang bepergian. Kamu siapa hai orang muda?" tanya sang Putri.

"Maaf, bolehkah saya masuk ke dalam?" pinta pemuda itu.

"Jangan, orang muda! Tidak baik menurut adat," cegat sang Putri.

Pemuda itu pun tidak mau memaksakan kehendaknya. Dia pun berpamitan dan pergi entah ke mana. Melihat gelagat aneh pemuda itu, sang Putri pun mulai curiga. Pada malam berikutnya, ia berpura-pura tidur. Si Kelingking yang mengira istrinya sudah tidur pulas pergi secara diam-diam. Namun, ia tidak menyadari jika ternyata istrinya membututinya dari belakang.

Sesampainya di tepi sungai, si Kelingking pun langsung membuka pakaian dan menyembunyikannya di balik semak-semak. Kemudian ia masuk berendam ke dalam sungai seraya berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sebentar setelah membaca doa, tiba-tiba seorang pemuda gagah berkuda putih muncul dari dalam sungai. Alangkah, terkejutnya sang Putri menyaksikan peristiwa itu.

"Hai, bukankah pemuda itu yang sering datang menemuiku?" gumam sang Putri.

Menyaksikan peristiwa itu, sadarlah sang Putri bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Dengan cepat, ia pun segera mengambil pakaian si Kelingking lalu membawanya pulang dan segera membakarnya. Tidak berapa lama setelah sang Putri berada di rumah, pemuda berkuda itu datang lagi menemuinya lalu berpamitan seperti biasanya. Namun, ketika sang Putri akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba pemuda gagah itu kembali lagi menemuinya.

"Maafkan Kanda, Istriku! Percayalah pada Kanda, Dinda! Kanda ini adalah si Kelingking. Kanda sudah tidak bisa lagi menjadi si Kelingking. Pakaian Kanda hilang di semak-semak. Selama ini Kanda hanya ingin menguji kesetiaan Dinda kepada Kanda. Ternyata, Dinda adalah istri yang setia kepada suami. Izinkanlah Kanda masuk, Dinda!" pinta pemuda gagah itu.

Dengan perasaan senang dan gembira, sang Putri pun mempersilahkan pemuda itu masuk ke dalam rumah, karena ia tahu bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Setelah itu, sang Putri pun bercerita kepada suaminya.

"Maafkan Dinda, Kanda! Dindalah yang mengambil pakaian Kanda di semak-semak dan sudah Kanda bakar. Dinda bermaksud melakukan semua ini karena Dinda ingin melihat Kanda seperti ini, gagah dan tampan," kata sang Putri.

Kelingking pun merasa senang melihat istrinya bahagia karena mempunyai suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si Kelingking memimpin negerinya dengan arif dan bijaksana, dan rakyatnya hidup damai dan sejahtera.

Landi Landak yang Kesepian

Cerita Dongeng Landi Landak yang Kesepian
Di hutan yang rindang, hidup seekor anak landak yang merasa kesepian. Landi namanya. Landi tidak mempunyai teman karena teman-temannya takut tertusuk duri tajam yang ada di badannya. "Maaf Landi, kami ingin bermain denganmu, tapi durimu sangat tajam," kata Cici dan teman-temannya. Tinggallah Landi sendirian. Ia hanya bisa bersedih. "Mengapa mereka tidak mau berteman dan bermain denganku?, padahal tidak ada seekor binatang pun yang pernah tertusuk duriku," gumam Landi.

Hari-hari berikutnya Landi hanya melamun di tepi sungai. "Ah, andai saja semua duriku ini hilang, aku bisa bebas bermain dengan teman-temanku", kata Landi dalam hati. Landi merasa tidaklah adil hidupnya ini, selalu dijauhi teman-temannya. Ketika sedang asyik dengan lamunannya, muncullah Kuku Kura-kura. "Apa yang sedang kau lamunkan, Landi?" sapa kuku mengejutkan. "Ah, tidak ada," jawab Landi malu. "Jika kau mempunyai masalah, aku siap mendengarkannya," kata Kuku.

Moni, Monyet yang Licik

Siang itu angin berhembus sepoi-sepoi. Moni duduk di dahan sambil mengantuk. Tiba-tiba perutnya berbunyi keroncongan dan terasa lapar. Ia membayangkan betapa enaknya bila makan buah-buahan. Tetapi ia kemudian tersentak mengingat kata-kata temannya. Ia dikatakan sebagai si Serakah, si Rakus, si Tukang Makan, dan sebagainya. Bahkan ia terngiang kata-kata pak tani yang memarahinya. "Awas, kalau mencuri lagi! Kubunuh, Kau! Kalau kau ingin makan buah-buahan tanamlah sendiri! Bekerja dan berusahalah dengan baik!" kata petani dengan geram. Bulu kuduknya berdiri ketika ia teringat pernah dipukuli ketika mencuri pisang dan mangga di kebun pak tani.

Moni kemudian berpikir bagaimana cara mendapatkan makanan agar tidak dimarahi orang. "Ah, lebih baik saya mencari sahabat karibku! Mudah-mudahan ia dapat membantuku," kata Moni dalam hati. Ia kemudian turun dari pohon dan berjalan mencari katak sahabat karibnya. Setibanya di pematang sawah, sambil bernyanyi ia memanggil sahabat karibnya tersebut.

Kancil dan Tikus

Cerita Dongeng Kancil dan Tikus
Di hutan hiduplah dua ekor kancil. Mereka bernama Kanca dan Manggut. Kedua ekor kancil itu bersaudara. Manggut adalah kakak dari Kanca. Sebaliknya, Kanca adalah adik dari Manggut. Walaupun mereka bersaudara, tetapi sifat mereka sangatlah berbeda. Kanca rajin dan baik hati. Sedangkan Manggut pemalas dan suka menjahili teman.

Suatu hari Manggut kelaparan. Tetapi Manggut malas mencari makan. Akhirnya Manggut mencuri makanan Kanca. Waktu Kanca menanyai kepada Manggut di mana makanannya, Manggut menjawab dicuri tikus.

"Ah, mana mungkin dimakan tikus!" kata Kanca. "Iya, kok! Masa sama kakaknya tidak percaya!" jawab Manggut berbohong.

Jumat, 19 Oktober 2012

Mia dan Si Kitty

Cerita Anak Mia dan Si Kitty
Mia adalah seorang anak yang baik hati. Ia tinggal bersama orangtuanya di suatu desa. Karena ramah dan baik hati, ia mempunyai banyak teman di lingkungan rumah maupun sekolahnya. Mia adalah anak terkecil diantara 4 bersaudara. Setiap harinya, Mia dan kakak-kakaknya selalu diajari kedisiplinan dan budi pekerti oleh orangtuanya. Mia sangat senang dengan binatang. Binatang yang ada di rumahnya, dipeliharanya dengan rajin. Sudah lama Mia ingin memelihara kucing, tetapi Ibunya melarang binatang peliharaan yang dipelihara di dalam rumah karena membuat rumah kotor.

Kera Jadi Raja

Cerita Dongeng Kera Jadi Raja
Sang Raja hutan "Singa" ditembak pemburu, penghuni hutan rimba jadi gelisah. Mereka tidak mempunyai Raja lagi. Tak berapa lama seluruh penghuni hutan rimba berkumpul untuk memilih Raja yang baru. Pertama yang dicalonkan adalah Macan Tutul, tetapi macan tutul menolak. "Jangan, melihat manusia saja aku sudah lari tunggang langgang," ujarnya. "Kalau begitu Badak saja, kau kan amat kuat," kata binatang lain. "Tidak-tidak, penglihatanku kurang baik, aku telah menabrak pohon berkali-kali." "Oh! mungkin Gajah saja yang jadi Raja, badan kau kan besar..", ujar binatang-binatang lain. "Aku tidak bisa berkelahi dan gerakanku amat lambat," sahut gajah.

Binatang-binatang menjadi bingung, mereka belum menemukan raja pengganti. Ketika hendak bubar, tiba-tiba kera berteriak, "Manusia saja yang menjadi raja, ia kan yang sudah membunuh Singa". "Tidak mungkin," jawab tupai.

Seruling Ajaib

Cerita Dongeng Seruling Ajaib
Si Kancil sedang asyik berjalan di hutan bambu. "Ternyata enak juga jalan-jalan di hutan bambu, sejuk dan begitu damai," kata kancil dalam hati. Keasyikan berjalan membuat ia lupa jalan keluar, lalu ia mencoba jalan pintas dengan menerobos pohon-pohon bambu. Tapi yang terjadi si kancil malah terjepit diantara batang pohon bambu. "Tolong! Tolong!" teriak kancil. Ia meronta-ronta, tapi semakin ia meronta semakin kuat terjepit. Ia hanya berharap mudahmudahan ada binatang lain yang menolongnya.

Tak jauh dari hutan bambu, seekor harimau sedang beristirahat sambil mendengarkan kicauan burung. Ia berkhayal bisa bernyanyi seperti burung. "Andai aku bisa bernyanyi seperti burung, tapi siapa yang mau mengajari aku bernyanyi ya?", tanyanya dalam hati. Semilir angin membuat harimau terkantuk-kantuk. Tak lama setelah ia mendengkur, terdengar suara berderit- derit. Suara itu semakin nyaring karena terbawa angin. "Suara apa ya itu?" kata harimau.

Semut dan Kepompong

Cerita Dongeng Semut dan Kepompong
Di suatu hutan yang rindang, hidup berbagai binatang buas dan jinak. Ada kelinci, burung, kucing, capung, kupu-kupu dan yang lainnya. Pada suatu hari, hutan dilanda badai yang sangat dahsyat. Angin bertiup sangat kencang, menerpa pohon dan daun-daun. Kraak! terdengar bunyi dahan-dahan berpatahan. Banyak hewan yang tidak dapat menyelamatkan dirinya, kecuali si semut yang berlindung di dalam tanah. Badai baru berhenti ketika pagi menjelang. Matahari kembali bersinar hangatnya.

Tiba-tiba dari dalam tanah muncul seekor semut. Si semut terlindung dari badai karena ia bisa masuk ke sarangnya di dalam tanah. Ketika sedang berjalan, ia melihat seekor kepompong yang tergeletak di dahan daun yang patah. Si semut bergumam, "Hmm, alangkah tidak enaknya menjadi kepompong, terkurung dan tidak bisa kemana-mana". "Menjadi kepompong memang memalukan!". "Coba lihat aku, bisa pergi ke mana saja ku mau", ejek semut pada kepompong. Semut terus mengulang perkataannya pada setiap hewan yang berhasil ditemuinya.

Putra Mahkota Amat Mude - Cerita Rakyat Aceh

Amat Mude adalah seorang putra mahkota dari Kerajaan Alas, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Sebagai pewaris tahta kerajaan, ia berhak menjadi Raja Negeri Alas. Namun karena ia masih kecil dan belum sanggup mengemban tugas sebagai raja, maka untuk sementara waktu tampuk kekuasaan dipegang oleh pakcik (paman)-nya. Pada suatu hari, sang Pakcik membuang Amat Mude dan ibunya ke sebuah hutan, karena tidak ingin kedudukannya sebagai Raja Negeri Alas digantikan oleh Amat Mude. Bagaimana nasib permaisuri dan Putra Mahkota Kerajaan Alas selanjutnya? Ikuti kisahnya dalam cerita Putra Mahkota Amat Mude berikut ini!

Alkisah, di Negeri Alas, Nanggroe Aceh Darussalam, ada sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Seluruh rakyatnya selalu patuh dan setia kepadanya. Negeri Alas pun senantiasa aman dan damai. Namun satu hal yang membuat sang Raja selalu bersedih, karena belum dikaruniai seorang anak. Sang Raja ingin sekali seperti adiknya yang sudah memiliki seorang anak.

Pada suatu hari, sang Raja duduk termenung seorang diri di serambi istana. Tanpa disadarinya, tiba-tiba permaisurinya telah duduk di sampingnya.

"Apa yang sedang Kanda pikirkan?" tanya permaisuri pelan.

"Dindaku tercinta! Kita sudah tua, tapi sampai saat ini kita belum mempunyai seorang putra yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan ini," ungkap sang Raja.

"Dinda mengerti perasaan Kanda. Dinda juga sangat merindukan seorang buah hati belaian jiwa. Kita telah mendatangkan tabib dari berbagai negeri dan mencoba segala macam obat, namun belum juga membuahkan hasil. Kita harus bersabar dan banyak berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa," kata permaisuri menenangkan hati suaminya.

Alangkah sejuknya hati sang Raja mendengar kata-kata permaisurinya. Ia sangat beruntung mempunyai seorang permaisuri yang penuh pengertian dan perhatian kepadanya.

"Terima kasih, Dinda! Kanda sangat bahagia mempunyai permaisuri seperti Dinda yang pandai menenangkan hati Kanda," ucap sang Raja memuji permaisurinya.

Sejak itu, sang Raja dan permaisuri semakin giat berdoa dengan harapan keinginan mereka dapat terkabulkan. Pada suatu malam, sang Raja yang didampingi permaisurinya berdoa dengan penuh khusyuk.

"Ya Tuhan! Karuniakanlah kepada kami seorang putra yang kelak akan meneruskan tahta kerajaan ini. Hamba rela tidak merasakan sebagai seorang ayah, asalkan kami dikaruniai seorang putra," pinta sang Raja.

Sebulan kemudian, permaisuri pun mengandung. Alangkah senang hati sang Raja mengetahui hal itu. Kabar tentang kehamilan permaisuri pun tersebar ke seluruh penjuru negeri. Rakyat negeri itu sangat gembira, karena raja mereka tidak lama lagi akan memiliki keturunan yang kelak akan mewarisi tahtanya.

Waktu terus berjalan. Usia kandungan permaisuri sudah genap sembilan bulan. Pada suatu sore, permaisuri pun melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat dan tampan. Permaisuri tampak tersenyum bahagia sambil menimang-nimang putranya. Begitupula sang Raja senantiasa bersyukur telah memperoleh keturunan anak laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan.

"Terima kasih Tuhan! Engkau telah mengabulkan doa kami," sang Raja berucap syukur.

Seminggu kemudian, sang Raja pun mengadakan pesta dan upacara turun mani, yakni upacara pemberian nama. Pesta dan upacara tersebut diadakan selama tujuh hari tujuh malam. Tamu yang diundang bukan hanya rakyat negeri Alas, melainkan juga seluruh binatang dan makhluk halus yang ada di laut maupun di darat. Seluruh tamu undangan tampak gembira dan bersuka ria. Dalam upacara turun mani tersebut ditetapkan nama putra Raja, yakni Amat Mude.

Beberapa bulan setelah upacara dilaksanakan, sang Raja pun mulai sakit-sakitan. Seluruh badannya terasa lemah dan letih.

"Dinda! Mungkin ini pertanda waktuku sudah dekat. Dinda tentu masih ingat doa Kanda dulu sebelum kita mempunyai anak," ungkap sang Raja.

Mendengar ungkapan sang Raja, hati permaisuri menjadi sedih. Meskipun menyadari hal itu, permaisuri tetap berharap agar sang Raja dapat sembuh dan dipanjangkan umurnya. Semua tabib diundang ke istana untuk mengobati penyakit sang Raja. Namun, tak seorang pun yang berhasil menyembuhkannya. Bahkan penyakit sang Raja semakin hari bertambah parah. Akhirnya, raja yang arif dan bijaksana itu pun wafat. Seluruh keluarga istana dan rakyat Negeri Alas berkabung.

Oleh karena Amat Mude sebagai pewaris tunggal Kerajaan Negeri Alas masih kecil dan belum sanggup melakukan tugas-tugas kerajaan, maka diangkatlah Pakcik Amat Mude yang bernama Raja Muda menjadi raja sementara Negeri Alas. Sebagai seorang raja, apapun perintahnya pasti dipatuhi. Hal itulah yang membuatnya enggan digantikan kedudukannya sebagai raja oleh Amat Mude. Berbagai tipu muslihat pun ia lakukan. Mulanya, sang Raja memindahkan Amat Mude dan ibunya ke ruang belakang yang semula tinggal di ruang tengah. Alasannya, Amat Mude yang masih kecil sering menangis, sehingga mengganggu setiap acara penting di istana.

Tipu muslihat Raja Muda semakin hari semakin menjadi-jadi. Pada suatu hari, ia mengumpulkan beberapa orang pengawalnya di ruang sidang istana.

"Wahai, Pengawal! Besok pagi-pagi sekali, buang permaisuri dan anak ingusan itu ke tengah hutan!" titah Raja Muda.

"Apa maksud Baginda?" tanya seorang pengawal heran.

"Sudahlah! Tidak usah banyak tanya. Aku kira kalian sudah tahu semua maksudku," jawab Raja Muda.

"Ampun, Baginda! Hamba benar-benar tidak tahu maksud Baginda hendak membuang permaisuri dan putra mahkota ke tengah hutan," kata seorang pengawal yang lain.

"Ketahuilah! Aku tidak ingin suatu hari kelak Amat Mude akan merebut kekuasaan ini dari tanganku," ungkap Raja Muda.

"Tapi, Baginda. Bukankah Putra Mahkota Amat Mude pewaris tahta kerajaan ini," ungkap pengawal yang lain.

"Hei, kalian tidak usah banyak bicara. Laksanakan saja perintahku! Jika tidak, kalian akan menanggung akibatnya!" bentak Raja Muda.

Mendengar ancaman itu, tak seorang pun pengawal yang berani lagi angkat bicara, karena jika berani membantah dan menolak perintah tersebut, mereka akan mendapat hukuman berat.

Keesokan harinya, berangkatlah para pengawal tersebut mengantar permaisuri dan Amat Mude ke tengah hutan. Keduanya pun ditinggalkan di tengah hutan dengan bekal seadanya. Untuk melindungi diri dari panasnya matahari dan dinginnya udara malam, ibu dan anak itu pun membuat sebuah gubuk kecil di bawah sebuah pohon rindang. Untuk bertahan hidup, mereka memanfaatkan hasil-hasil hutan yang banyak tersedia di sekitar mereka.

Waktu terus berjalan. Tak terasa Amat Mude telah berumur 8 tahun. Ia tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tampan. Pada suatu hari, ketika sedang bermain-main, Amat Mude menemukan cucuk sanggul ibunya. Diambilnya cucuk sanggul itu dan dibuatnya mata pancing.

Keesokan harinya, Amat Mude pergi memancing di sebuah sungai yang di dalamnya terdapat banyak ikan. Dalam waktu sekejap, ia telah memperoleh lima ekor ikan yang hampir sama besarnya dan segera membawanya pulang. Alangkah gembiranya hati ibunya.

"Waaah, kamu pandai sekali memancing, Putraku!" ucap ibunya memuji.

"Iya, Ibu! Sungai itu banyak sekali ikannya," kata Amat Mude.

Lima ekor ikan besar tersebut tentu tidak bisa mereka habiskan. Maka timbul pikiran permaisuri untuk menjualnya sebagian ke sebuah desa yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Dengan mengajak Amat Mude, permaisuri pun pergi ke desa itu. Ketika akan menawarkan ikan itu kepada penduduk, tiba-tiba ia bertemu dengan saudagar kaya dan pemurah. Ia adalah bekas sahabat suaminya dulu.

"Ampun, Tuan Putri! Kenapa Tuan Putri dan Putra Mahkota berada di tempat ini?" tanya saudagar itu heran.

Permaisuri pun menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya sampai ia dan putranya berada di desa itu. Mengetahui keadaan permaisuri dan putranya yang sangat memprihatinkan tersebut, saudagar itu pun mengajak mereka mampir ke rumahnya dan membeli semua ikan jualan mereka.

Sesampainya di rumah, saudagar itu menyuruh istrinya agar segera memasak ikan tersebut untuk menjamu permaisuri dan Amat Mude. Ketika sedang memotong ikan tersebut, sang Istri menemukan suatu keanehan. Ia kesulitan memotong perut ikan tersebut dengan pisaunya.

"Hei, benda apa di dalam perut ikan ini? Kenapa keras sekali?" tanya istri saudagar itu dalam hati dengan penuh keheranan.

Setelah berkali-kali istri saudagar itu menggesek-gesekkan pisaunya, akhirnya perut ikan itu pun terbelah. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat telur ikan berwarna kuning emas, tapi keras. Ia pun segera memanggil suaminya untuk memeriksa benda tersebut. Setelah diamati dengan seksama, ternyata butiran-butiran yang berwarna kuning tersebut adalah emas murni.

"Dik! Usai memasak dan menjamu tamu kehormatan kita, segeralah kamu jual emas itu!" pinta saudagar itu kepada istrinya.

"Untuk apa Bang?" tanya sang Istri heran.

"Uang hasil penjualan emas itu akan digunakan untuk membangun rumah yang bagus sebagai tempat kediaman permaisuri dan putranya. Abang ingin membalas budi baik sang Raja yang dulu semasa hidupnya telah banyak membantu kita," ujar saudagar itu kepada istrinya.

"Baik, Bang!" jawab sang Istri.

Kemudian saudagar itu menyampaikan berita gembira tersebut kepada permaisuri dan putranya bahwa mereka akan dibuatkan sebuah rumah yang bagus. Mendengar kabar itu, permaisuri sangat terharu. Ia benar-benar tidak menyangka jika mantan sahabat suaminya itu sangat baik kepada mereka.

"Terima kasih atas semua perhatiannya kepada kami," ucap permaisuri.

"Ampun, Tuan Putri! Bantuan kami ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan bantuan Baginda Raja semasa hidupnya kepada kami," kata saudagar itu sambil memberi hormat kepada permaisuri dan Amat Mude.

Menjelang sore hari, permaisuri dan Amat Mude pun mohon diri untuk kembali ke gubuknya. Saudagar itu pun memberikan pakaian yang bagus-bagus dan membekali mereka makanan yang lezat-lezat.

Beberapa lama kemudian, rumah permaisuri pun selesai dibangun. Kini permaisuri dan Amat Mude menempati rumah bagus dan bersih. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari mereka, Amat Mude pergi ke sungai setiap hari untuk memancing. Ikan-ikan yang diperolehnya untuk dimakan sehari-hari dan selebihnya dijual ke penduduk sekitar. Di antara ikan-ikan yang diperolehnya ada yang bertelur emas. Telur emas tersebut sedikit demi sedikit mereka simpan, sehingga lama-kelamaan mereka pun menjadi kaya raya dan terkenal sampai ke seluruh penjuru negeri.

Berita tentang kekayaan permaisuri dan putranya itu pun sampai ke telinga Pakcik Amat Mude. Mendengar kabar itu, ia pun berniat untuk mencelakakan Amat Mude, karena tidak ingin melepaskan kekuasaannya.

Pada suatu hari, Raja Muda yang serakah itu memanggil Amat Mude untuk menghadap ke istana. Ketika Amat Mude sampai di istana, alangkah terkejutnya Raja Muda saat melihat seorang pemuda gagah dan tampan memberi hormat di hadapannya. Dalam hatinya berkata, "pemuda ini benar-benar menjadi ancaman bagi kedudukanku sebagai raja". Maka ia pun memerintahkan Amat Mude untuk pergi memetik buah kelapa gading di sebuah pulau yang terletak di tengah laut. Buah kelapa gading itu diperlukan untuk mengobati penyakit istri Raja Muda. Konon, lautan yang dilalui menuju ke pulau itu dihuni oleh binatang-binatang buas. Siapa pun yang melewati lautan itu, maka akan celaka.

"Hei, Amat Mude! Jika kamu tidak berhasil mendapatkan buah kelapa gading itu, maka kamu akan dihukum mati," ancam Raja Muda.

Oleh karena berniat ingin menolong istri Raja Muda, Amat Mude pun segera melaksanakan perintah itu. Setelah berhari-hari berjalan, sampailah Amat Mude di sebuah pantai. Ia pun mulai kebingungan mencari cara untuk mencapai pulau itu. Pada saat ia sedang duduk termenung berpikir, tiba-tiba muncul di hadapannya seekor ikan besar bernama Silenggang Raye yang didampingi oleh Raja Buaya dan seekor Naga Besar. Amat Mude pun menjadi ketakutan.

"Hei, Anak Muda! Kamu siapa dan hendak ke mana?" tanya Ikan Silenggang Raye.

"Sa... saya Amat Mude," jawab Amat Mude dengan gugup, lalu menceritakan asal-asul dan maksud perjalanannya.

Mendengar cerita Amat Mude tersebut, Ikan Silenggang Raye, Raja Buaya dan Naga itu langsung memberi hormat kepadanya. Amat Mude pun terheran-heran melihat sikap ketiga binatang raksasa itu.

"Kenapa kalian hormat kepadaku?" tanya Amat Mude heran.

"Ampun, Tuan! Almarhum Ayahandamu adalah raja yang baik. Dulu, kami semua diundang pada pesta pemberian nama Tuan!" jawab Raja Buaya.

"Benar, Tuan! Tuan tidak perlu takut. Kami akan mengantar Tuan ke pulau itu," sambung Naga besar itu.

"Terima kasih, Sobat!" ucap Amat Mude.

Akhirnya, Amat Mude pun diantar oleh ketiga binatang raksasa tersebut menuju ke pulau yang dimaksud. Tidak berapa lama, sampailah mereka di pulau itu. Sebelum Amat Mude naik ke darat, si Naga besar memberikan sebuah cincin ajaib kepada Amat Mude. Dengan memakai cincin ajaib itu, maka semua permintaan akan dikabulkan.

Setelah itu, Amat Mude pun segera mencari pohon kelapa gading. Tidak berapa lama mencari, ia pun menemukannya. Rupanya, pohon kelapa gading itu sangat tinggi dan hanya memiliki sebutir buah kelapa. Setelah menyampaikan niatnya kepada cincin ajaib yang melingkar di jari tangannya, Amat Mude pun dapat memanjat dengan mudah dan cepat sampai ke atas pohon. Ketika ia sedang memetik buah kelapa gading itu, tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan yang sangat lembut menegurnya, "Siapapun yang berhasil memetik buah kelapa gading itu, maka dia akan menjadi suamiku."

"Siapakah Engkau ini?" tanya Amat Mude.

"Aku adalah Putri Niwer Gading," jawabnya.

Ketika Amat Mude baru saja turun dari atas pohon sambil menenteng sebutir kelapa gading, tiba-tiba seorang putri cantik jelita berdiri di belakangnya. Alangkah takjubnya ketika ia melihat kecantikan Putri Niwer Gading. Akhirnya, Amat Mude pun mengajak sang Putri pulang ke rumah untuk menikah. Pesta perkawinan mereka pun dirayakan dengan ramai di kediaman Amat Mude.

Usai pesta, Amat Mude ditemani istri dan ibunya segera menyerahkan buah kelapa gading yang diperolehnya kepada Pakciknya. Maka selamatlah ia dari ancaman hukuman mati. Bahkan, berkat ketabahan dan kebaikan hatinya, Raja Muda tiba-tiba menjadi sadar akan kecurangan dan perbuatan jahatnya. Ia juga menyadari bahwa Amat Mude-lah yang berhak menduduki tahta kerajaan Negeri Alas. Akhirnya, atas permintaan Raja Muda, Amat Mude pun dinobatkan menjadi Raja Negeri Alas.

Tujuh Anak Lelaki - Cerita Rakyat Aceh

Alkisah, di sebuah kampung di daerah Nanggro Aceh Darussalam, ada sepasang suami-istri yang mempunyai tujuh orang anak laki-laki yang masih kecil. Anak yang paling tua berumur sepuluh tahun, sedangkan yang paling bungsu berumur dua tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sepasang suami-istri itu menanam sayur-sayuran untuk dimakan sehari-hari dan sisanya dijual ke pasar. Meskipun serba pas-pasan, kehidupan mereka senantiasa rukun, damai, dan tenteram.

Pada suatu waktu, kampung mereka dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Semua tumbuhan mati karena kekeringan. Penduduk kampung pun mulai kekurangan makanan. Persediaan makanan mereka semakin hari semakin menipis, sementara musim kemarau tak kunjung usai. Akhirnya, seluruh penduduk kampung menderita kelaparan, termasuk keluarga sepasang suami-istri bersama tujuh orang anaknya itu.

Melihat keadaan tersebut, sepasang suami-istri tersebut menjadi panik. Tanaman sayuran yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka tidak lagi tumbuh. Sementara mereka tidak mempunyai pekerjaan lain kecuali menanam sayur-sayuran di kebun. Mereka sudah berpikir keras mencari jalan keluar dari kesulitan tersebut, namun tidak menemukan jawabannya. Akhirnya, mereka bersepakat hendak membuang ketujuh anak mereka ke sebuah hutan yang letaknya jauh dari perkampungan.

Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sedang tertidur pulas, keduanya bermusyawarah untuk mencari cara membuang ketujuh anak mereka.

"Bang! Bagaimana caranya agar tidak ketahuan anak-anak?" tanya sang Istri bingung.

"Besok pagi anak-anak kita ajak pergi mencari kayu bakar ke sebuah hutan yang letaknya cukup jauh. Pada saat mereka beristirahat makan siang, kita berpura-pura mencari air minum di sungai," jelas sang Suami.

"Baik, Bang!" sahut sang Istri sepakat.

Tanpa mereka sadari, rupanya anak ketiga mereka yang pada waktu itu belum tidur mendengar semua pembicaraan mereka.

Keesokan harinya, sepasang suami-istri itu mengajak ketujuh putranya ke hutan untuk mencari kayu bakar. Sesampainya di hutan yang terdekat, sang Ayah berkata kepada mereka:

"Anak-anakku semua! Sebaiknya kita cari hutan yang luas dan banyak pohonnya, supaya kita bisa mendapatkan kayu bakar yang lebih banyak lagi," ujar sang Ayah.

"Baik, Ayah!" jawab ketujuh anak lelaki itu serentak.

Setelah berjalan jauh, sampailah mereka di sebuah hutan yang amat luas. Alangkah gembiranya mereka, karena di hutan itu terdapat banyak kayu bakar. Mereka pun segera mengumpulkan kayu bakar yang banyak berserakan. Ketika hari menjelang siang, sang Ibu pun mengajak ketujuh anaknya untuk beristirahat melepas lelah setelah hampir setengah hari bekerja.

Pada saat itulah, sepasang suami istri itu hendak mulai menjalankan recananya ingin meninggalkan ketujuh anak mereka di tengah hutan itu.

"Wahai anak-anakku! Kalian semua beristirahatlah di sini dulu. Aku dan ibu kalian ingin mencari sungai di sekitar hutan ini, karena persediaan air minum kita sudah habis," ujar sang Ayah.

"Baik, Ayah!" jawab ketujuh anak itu serentak.

"Jangan lama-lama ya, Ayah... Ibu...!’" sahut si Bungsu.

"Iya, Anakku!" jawab sang Ibu lalu pergi mengikuti suaminya.

Sementara itu, setelah menunggu beberapa lama dan kedua orangtua mereka belum juga kembali, ketujuh anak itu mulai gelisah. Mereka cemas kalau-kalau kedua orangtua mereka mendapat musibah. Akhirnya, si sulung pun mengajak keenam adiknya untuk pergi menyusul kedua orangtua mereka. Namun, sebelum meninggalkan tempat itu, anak ketiga tiba-tiba angkat bicara.

"Abang! Tidak ada gunanya kita menyusul ayah dan ibu. Mereka sudah pergi meninggalkan kita semua," kata anak ketiga.

"Apa maksudmu, Dik?" tanya si Sulung.

"Tadi malam, saat kalian sudah tertidur nyenyak, aku mendengar pembicaraan ayah dan ibu. Mereka sengaja meninggalkan kita di tengah hutan ini, karena mereka sudah tidak sanggup lagi menghidupi kita semua akibat kemarau panjang," jelas anak ketiga.

"Kenapa hal ini baru kamu ceritakan kepada kami?" tanya anak kedua.

"Aku takut ayah dan ibu murka kepadaku, Bang," jawab anak ketiga.

Akhirnya ketujuh anak itu tidak jadi pergi menyusul kedua orangtuanya, apalagi hari sudah mulai gelap. Mereka pun segera mencari tempat perlindungan dari udara malam. Untungnya, tidak jauh dari tempat mereka berada, ada sebuah pohon besar yang batangnya berlubang seperti gua. Mereka pun beristirahat dan tidur di dalam lubang kayu itu hingga pagi hari.

"Bang! Apa yang harus kita lakukan sekarang? Ke mana kita harus pergi?" tanya si anak kedua.

"Kalian tunggu di sini! Aku akan memanjat sebuah pohon yang tinggi. Barangkali dari atas pohon itu aku dapat melihat kepulan asap. Jika ada, itu pertanda bahwa di sana ada perkampungan," kata si Sulung.

Ternyata benar, ketika berada di atas pohon, si Sulung melihat ada kepulan asap dari kejauhan. Ia pun segera turun dari pohon dan mengajak keenam adiknya menuju ke arah kepulan asap tersebut. Setelah berjalan jauh, akhirnya sampailah mereka di sebuah perkampungan. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat sebuah rumah yang sangat besar berdiri tegak di pinggir kampung.

"Hei lihatlah! Besar sekali rumah itu," seru anak keempat.

"Waaahhh... jangan-jangan itu rumah raksasa," sahut anak keenam.

Baru saja kata-kata itu terlepas dari mulutnya, tiba-tiba terdengar suara keras dari dalam rumah itu meminta mereka masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian, penghuni rumah itu pun keluar. Rupanya, dia adalah raksasa betina.

"Hei, anak manusia! Kalian siapa?" tanya Raksasa Betina itu.

"Kami tersesat, Tuan Raksasa! Orang tua kami meninggalkan kami di tengah hutan," jawab si Sulung.

Mendengar keterangan itu, tiba-tiba si Raksasa Betina merasa iba kepada mereka. Ia pun segera mengajak mereka masuk ke dalam rumahnya, lalu menghidangkan makanan dan minuman kepada mereka. Oleh karena sudah kelaparan, ketujuh anak itu menyantap makanan tersebut dengan lahapnya.

"Habiskan cepat makanan itu, lalu naik ke atas loteng! Kalau tidak, kalian akan dimakan oleh suamiku. Tidak lama lagi ia datang dari berburu," ujar Raksasa Betina.

Oleh karena takut dimakan oleh Raksasa Jantan, mereka pun segera menghabiskan makanannya lalu bergegas naik ke atas loteng untuk bersembunyi. Tidak lama kemudian, Raksasa Jantan pun pulang dari berburu. Ketika membuka pintu rumahnya, tiba-tiba ia mencium bau makanan enak. 

"Waaahhh... sedapnya!" ucap raksasa jantan sambil menghirup bau sedap itu.

"Bu! Sepertinya ada makanan enak di rumah ini. Aku mencium bau manusia. Di mana kamu simpan mereka?" tanya Raksasa Jantan kepada istrinya.

"Aku menyimpan mereka di atas loteng. Tapi mereka masih kecil-kecil. Biarlah kita tunggu mereka sampai agak besar supaya enak dimakan," jawab Raksasa Betina.

Si Raksasa Jantan pun menuruti perkataan istrinya. Selamatlah ketujuh anak itu dari ancaman Raksasa Jantan. Keesokan harinya, ketika si Raksasa Jantan kembali berburu binatang ke hutan, si Raksasa Betina pun segera menyuruh ketujuh anak lelaki itu pergi. Namun, sebelum mereka pergi, ia membekali mereka makanan seperlunya selama dalam perjalanan. Bahkan, si Raksasa Betina yang baik itu membekali mereka dengan emas dan intan.

"Bawalah emas dan intan ini, semoga bermanfaat untuk masa depan kalian," kata Raksasa Betina.

"Terima kasih, Raksasa Jantan! Tuan memang raksasa yang baik hati," ucap si Sulung seraya berpamitan.

Setelah berjalan jauh menyusuri hutan lebat, menaiki dan menuruni gunung, akhirnya tibalah mereka di tepi pantai. Mereka pun segera membuat perahu kecil lalu berlayar mengarungi lautan luas. Setelah beberapa lama berlayar, tibalah mereka di sebuah negeri yang diperintah oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Di negeri itu mereka menjual semua emas dan intan pemberian raksasa kepada seorang saudagar kaya. Hasil penjualan tersebut, mereka gunakan untuk membeli tanah perkebunan. Masing-masing mendapat tanah perkebunan yang cukup luas. Ketujuh bersaudara itu sangat rajin bekerja dan senantiasa saling membantu.

Beberapa tahun kemudian, mereka pun telah dewasa. Berkat kerja keras selama bertahun-tahun, akhirnya mereka memiliki harta kekayaan yang banyak. Kemudian masing-masing dari mereka membuat rumah yang cukup bagus. Ketujuh lelaki itu pun hidup damai, tenteram dan sejahtera.

Pada suatu hari, si Bungsu tiba-tiba teringat dan merindukan kedua orangtuanya. Ia pun segera mengundang keenam kakaknya datang ke rumahnya untuk bersama-sama pergi mencari kedua orangtua mereka.

"Maafkan aku, Kakakku semua! Aku mengundang kalian ke sini, karena ingin mengajak kalian untuk pergi mencari ayah dan ibu. Aku sangat merindukan mereka, dan aku yakin, mereka pasti masih hidup," ungkap si Bungsu kepada saudara-saudaranya.

"Iya, Adikku! Kami juga merasakannya seperti itu. Kami sangat rindu kepada ayah dan ibu yang telah melahirkan kita semua," tambah anak keenam.

"Baiklah kalau begitu! Besok pagi kita bersama-sama pergi mencari mereka. Apakah kalian setuju?" tanya si Sulung.

"Setuju!" jawab keenam adiknya serentak.

Keesokan harinya, berangkatlah ketujuh orang bersaudara itu mencari kedua orangtua mereka. Setelah berlayar mengarungi lautan luas, tibalah mereka di sebuah pulau. Di pulau itu, mereka berjalan dari satu kampung ke kampung lain. Sudah puluhan kampung mereka datangi, namun belum juga menemukannya. Hingga pada suatu hari, mereka pun menemukan kedua orangtua mereka di sebuah kampung dalam keadaan menderita. Ketujuh orang bersaudara itu sangat sedih melihat kondisi kedua orangtua mereka. Akhirnya, mereka membawa orangtua mereka ke tempat tinggal mereka untuk hidup dan tinggal bersama di rumah yang bagus.

Sejak itu, kedua orangtua itu berkumpul kembali dan hidup bersama dengan ketujuh orang anaknya. Mereka senantiasa menyibukkan diri beribadah kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Segala keperluannya sudah dipenuhi oleh ketujuh orang anaknya yang sudah cukup kaya.

Si Kepar - Cerita Rakyat Aceh

Alkisah, di sebuah daerah di Kapupaten Aceh Tenggara, hiduplah seorang janda bersama dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Si Kepar. Ayah dan ibu si Kepar bercerai sejak si Kepar masih berusia satu tahun, sehingga ia tidak mengenal sosok ayahnya. Sebagai anak yatim, Si Kepar sering diejek oleh teman-teman sepermainannya sebagai jazah (anak tak berayah). Oleh karena itu, Si Kepar ingin mengetahui siapa sebenarnya ayahnya.

Pada suatu hari, Si Kepar pun menanyakan hal itu kepada ibunya. Pada awalnya, ibunya enggan menceritakan siapa dan di mana ayah Si Kepar. Namun, akhirnya diceritakan juga setelah Si Kepar mengancam akan bunuh diri jika tidak diceritakan. Setelah jelas siapa dan di mana ayahnya, Si Kepar pun berniat untuk menemui ayahnya di atas sebuah gunung yang sangat jauh.

Setelah berpamitan pada ibunya, Si Kepar pun berangkat untuk menemui ayahnya dengan perbekalan secukupnya. Ia berjalan sendiri melawati hutan belantara, menyeberangi sungai dan mendaki gunung. Akhirnya, sampailah ia pada tempat yang dimaksud ibunya. Dari kejauhan, tampaklah seorang laki-laki setengah baya yang sedang menyiangi rumput di tengah-tengah ladangnya. Si Kepar pun segera menghampiri dan menyapanya.

"Selamat siang, Pak!".

"Siang juga, Nak!" jawab Bapak itu.

"Kamu siapa dan dari mana asalmu?" tanya pula Bapak itu.

"Saya Si Kepar. Berasal dari Tanah Alas," jawab Si Kepar.

"Tanah Alas?" ucap Bapak itu. Ia tersentak kaget mendengar jawaban Si Kepar.

"Kenapa Bapak kaget mendengar nama itu?" tanya Si Kepar.

"Oh tidak, Nak! Tidak ada apa-apa," jawab Bapak itu.

"Apa yang membawa kamu ke sini, Par?" tanya balik bapak itu.

Si Kepar pun menceritakan maksud kedatanganya, namun ia tidak menceritakan kalau ibunya masih hidup. Setelah mendengar cerita si Kepar, tahulah Bapak itu bahwa Si Kepar adalah anaknya.

Sejak itu, Si Kepar mulai silih berganti tinggal bersama ayah atau ibunya. Dalam seminggu, terkadang Si Kepar tidur tiga malam di tempat ayahnya, baru kembali ke tempat ibunya. Si Kepar tidak pernah menceritakan kepada ibunya kalau ia tidur di tempat ayahnya. Bahkan, ia mengatakan kepada ibunya, bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Semua hal ini dilakukan oleh Si Kepar, karena ia ingin kedua orang tuanya menyatu kembali agar tidak lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.

Segala daya dan upaya dilakukannya agar keinginannya dapat tercapai, walaupun ia harus berbohong kepada kedua orang tuanya. Setelah berdoa sehari-semalam, Si Kepar mendapat petunjuk dari Yang Mahakuasa. Petunjuk itu adalah menyatakan kehendaknya kepada ibunya untuk memiliki ayah tiri. Harapan ini juga disampaikan kepada ayahnya untuk memiliki ibu tiri. Pada suatu malam, Si Kepar menyampaikan harapannya itu kepada ibunya.

"Bu, sebenarnya Kepar kasihan melihat ibu yang setiap hari bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kita. Jika ibu ingin menikah lagi, Kepar tidak keberatan memiliki ayah tiri." Mendengar perkataan Kepar itu, ibunya termenung sejenak, lalu berkata, "Benarkah kamu tidak keberatan, Par?"

"Tidak, Bu! Kepar sangat senang jika memiliki ayah lagi, agar teman-teman Kepar tidak akan lagi mengejek Kepar sebagai jazah," Kepar menjelaskan alasan sebenarnya ingin memiliki ayah lagi.

"Tapi..., siapa lagi yang mau menikah dengan ibu yang sudah tua ini," kata ibu Kepar merendah.

"Ibu tidak perlu khawatir. Serahkan saja masalah itu kepada Kepar," jawab Kepar dengan perasaan lega, karena jawaban ibunya menandakan bersedia menikah lagi.

Keesokan harinya, Kepar kemudian pergi ke gunung menemui ayahnya untuk menyampaikan harapan yang sama.

"Ayah! Bolehkah Kepar meminta sesuatu kepada, Ayah?" tanya Kepar kepada ayahnya.

"Apakah itu, Anakku!" jawab ayah Kepar penasaran.

"Sebenarnya Kepar merasa kasihan melihat ayah yang setiap hari harus bekerja di ladang dan memasak sendiri. Jika ayah tidak keberatan, Kepar akan mencarikan seorang perempuan yang pantas untuk mendampingi ayah," kata Kepar kepada ayahnya.

"Siapa lagi yang mau dengan ayah yang sudah tua ini?" jawab ayah Kepar tersenyum.

"Tenang, Ayah! Masih banyak janda-janda yang sebaya dan pantas untuk ayah di Tanah Alas," kata Kepar kepada ayahnya memberi harapan.

"Ah, yang benar saja, Par!" jawab ayah Kepar dengan santainya.

Mendengar jawaban itu, Kepar pun tahu kalau ayahnya bersedia menikah lagi. Akhirnya, kedua orang tuanya menyetujui harapan Si Kepar. Namun, mereka belum mengetahui siapa jodohnya yang oleh mereka sama-sama telah menyerahkan masalah itu kepada Si Kepar.

Setelah itu, Kepar pun mulai mengatur taktik dan strategi untuk mempertemukan kedua orang tuanya yang semula beranggapan bahwa pasangan mereka sudah meninggal sebagaimana keterangan Si Kepar. Si Kepar mempertemukan mereka di sebuah dusun yang berada di lereng gunung, tidak jauh dari tempat tinggal ayahnya. Pertemuan ini tidak dilakukan di Tanah Alas, agar ayahnya tidak teringat dengan tempat itu, dimana dulu ia pernah tinggal di sana selama puluhan tahun.

Akhirnya, berkat usaha Kepar, kedua orang tuanya bersatu kembali. Mereka berdua hidup harmonis seperti sedia kala. Melihat keadaan itu, kini saatnya Si Kepar menceritakan keadaan yang sebenarnya, bahwa perempuan yang dinikahi ayahnya itu adalah istrinya sendiri yang dulu pernah ia nikahi. Demikian sebaliknya, laki-laki yang menikahi ibunya itu adalah suaminya sendiri yang dulu pernah menikahinya. Setelah mendengar keterangan dari Si Kepar tersebut, tahulah keduanya (ayah dan ibu Kepar) keadaan yang sebenarnya. Meskipun keduanya telah dibohongi oleh anaknya, keduanya tidak marah. Keduanya saling memaafkan atas kesalahan masing-masing yang menyebabkan mereka bercerai. Mereka juga berterima kasih kepada Si Kepar, karena telah menyatukan mereka kembali. Si Kepar pun sangat senang menyambut kehadiran ayahnya di tengah-tengah keluarganya. Akhirnya, mereka bertiga hidup dalam sebuah keluarga yang rukun, damai dan penuh kebahagiaan. Sejak itu pula, Si Kepar tidak pernah lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.

Mentiko Betuah - Cerita Rakyat Aceh

Konon, pada zaman dahulu di negeri Semeulue, tersebutlah seorang raja yang kaya-raya. Raja itu sangat disenangi oleh rakyatnya, karena kedermawanannya. Namun, ia tidak memiliki anak setelah sepuluh tahun menikah dengan permaisurinya. Oleh karena sudah tidak tahan lagi ingin punya keturunan, Raja itu pun pergi bersama permaisurinya ke hulu sungai yang airnya sangat dingin untuk berlimau dan bernazar, agar dikaruniai seorang anak yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan.

Tempat yang akan dituju itu berada sangat jauh dari keramaian. Untuk menuju ke sana, mereka harus menyusuri hutan belantara, menyeberangi sungai-sungai, serta mendaki dan menuruni gunung. Mereka pun berangkat dengan membawa bekal secukupnya. Setiba kedua suami-istri di sana, mereka mulai melaksanakan maksud dari kedatangan mereka. Setelah sehari-semalam berlimau dan bernazar, mereka pun kembali ke istana.

Setelah menunggu berhari-hari dan berminggu-minggu, akhirnya doa mereka terkabul. Permaisuri diketahui telah mengandung satu bulan. Delapan bulan kemudian, Permaisuri pun melahirkan seorang anak laki-laki, dan diberinya nama Rohib. Raja sangat gembira menyambut kelahiran putranya itu, yang selama ini diidam-idamkannya. Raja kemudian memukul beduk untuk memberitahukan kepada seluruh rakyatnya agar berkumpul di pendopo istana. Selanjutnya, Raja menyampaikan bahwa ia hendak mengadakan selamatan sebagai tanda syukur atas rahmat Tuhan yang telah menganugerahinya anak. Keesokan harinya, selamatan pun dilangsungkan sangat meriah dengan berbagai macam pertunjukan.

Raja dan permaisuri mendidik dan membesarkan putra mereka dengan penuh kasih sayang. Mereka sangat memanjakannya, sehingga anak itu tumbuh menjadi anak yang sangat manja. Waktu terus berlalu, Rohib pun bertambah besar. Rohib kemudian dikirim oleh orang tuanya ke kota untuk belajar di sebuah perguruan. Sebelum berangkat, Rohib mendapat pesan dari ayahnya agar belajar dengan tekun. Setelah itu, ia pun berpamitan kepada orang tuanya. Sudah beberapa tahun Rohib belajar, Rohib belum juga mampu menyelesaikana pelajarannya karena sudah terbiasa manja. Ayahnya menjadi sangat marah kepadanya, bahkan ingin menghukumnya, ketika ia kembali ke istana.

"Hai, Rohib! Anak macam apa kamu! Dasar anak keras kepala! Sudah tidak mau mendengar nasihat orang tua. Pengawal! Gantung anak ini sampai mati!" perintah sang Raja. Mendengar perintah suaminya kepada pengawal, Permaisuri pun segera bersujud di hadapan suaminya.

"Ampun, Kakanda! Rohib adalah anak kita satu-satunya. Adinda mohon, Rohib jangan dihukum mati. Berilah ia hukuman lainnya!" pinta sang Permaisuri kepada suaminya.

"Tapi, Kanda sudah muak melihat muka anak ini!" jawab sang Raja dengan geramnya.

"Bagaimana kalau kita usir saja dia dari istana ini? Tapi dengan syarat, Kakanda bersedia memberinya uang sebagai modal untuk berdagang," usul sang Permaisuri.

"Baiklah, Dinda! Usulan Dinda aku terima. Tapi dengan syarat, uang yang aku berikan kepada Rohib tidak boleh ia habiskan kecuali untuk berdagang," jawab sang Raja.

"Bagaimana pendapatmu, Anakku?" Permaisuri balik bertanya kepada Rohib.

"Baiklah, Bunda! Rohib bersediah memenuhi syarat itu. Terima kasih, Bunda!" jawab Rohib.

"Jika kamu melanggar lagi, maka tidak ada ampun bagimu, Rohib!" tambah Raja menegaskan kepada putranya itu.

Setelah itu, Rohib berpamitan kepada orang tuanya untuk pergi berdagang. Ia pergi dari satu kampung ke kampung dengan menyusuri hutan belantara. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan anak-anak kampung yang sedang menembak burung dengan ketapel.

"Wahai, Saudara-saudaraku! Janganlah kalian menganiaya burung itu, karena burung itu tidak berdosa." tegur si Rohib kepada anak-anak itu.

"Hei, kamu siapa? Berani-beraninya kamu melarang kami," bantah salah seorang dari anak-anak kampung itu.

"Jika kalian berhenti menembaki burung itu, aku akan memberi kalian uang," tawar Rohib.

Anak-anak kampung itu menerima tawaran Rohib.

Setelah memberikan uang kepada mereka, Rohib pun melanjutkan perjalanannya. Belum jauh berjalan, ia menemukan lagi orang-orang kampung yang sedang memukuli seekor ular. Rohib tidak tega melihat perbuatan mereka tersebut. Ia kemudian memberikan uang kepada orang-orang tersebut agar berhenti menganiaya ular itu. Setelah itu, ia melanjutkan lagi perjalanannya menyusuri hutan lebat menuju ke sebuah perkampungan. Demikian seterusnya, selama dalam perjalanannya, ia selalu memberi uang kepada orang-orang yang menganiaya binatang, sehingga tanpa disadarinya uang yang seharusnya dijadikan modal berdagang sudah habis.

Setelah sadar, ia pun mulai gelisah dan berpikir bagaimana jika ia pulang ke istana. Tentu ayahnya akan sangat marah dan akan menghukumnya. Apalagi ia telah dua kali melakukan kesalahan besar, pasti ayahnya tidak akan mengampuninya lagi. Oleh karena kelelahan seharian berjalan, ia pun memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang. Ia kemudian duduk di atas sebuah batu besar yang ada di bawah pohon itu sambil menangis tersedu-sedu. Pada saat itu, tiba-tiba seekor ular besar mendekatinya. Rohib sangat ketakutan, mengira dirinya akan dimangsa ular itu.

"Jangan takut, Anak muda! Saya tidak akan memakanmu," kata ular itu. Melihat ular itu dapat berbicara, rasa takut Rohib pun mulai hilang.

"Hai, Ular besar! Kamu siapa? Kenapa kamu bisa berbicara?" tanya si Rohib mulai akrab.

"Aku adalah Raja Ular di hutan ini," jawab ular itu.

"Kamu sendiri siapa? Kenapa kamu bersedih?" ular itu balik bertanya kepada si Rohib.

"Aku adalah si Rohib," jawab Rohib, lalu menceritakan semua masalahnya dan semua kejadian yang telah dialami selama dalam perjalanannya.

"Kamu adalah anak yang baik, Hib," kata Ular itu dengan akrabnya.

"Karena kamu telah melindungi hewan-hewan di hutan ini dari orang-orang kampung yang menganiayanya, aku akan memberimu hadiah sebagai tanda terima kasihku," tambah ular itu lalu kemudian mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.

"Benda apa itu?" tanya si Rohib penasaran.

"Benda itu adalah benda yang sangat ajaib. Apapun yang kamu minta, pasti akan dikabulkan. Namanya Mentiko Betuah," jelas Ular itu, lalu pergi meninggalkan si Rohib.

Sementara itu, Rohib masih asyik mengamati Mentiko Betuah itu. "Waw, hebat sekali benda ini. Berarti benda ini bisa menolongku dari kemurkaan ayah," gumam Rohib dengan perasaan gembira. Berbekal Mentiko Betuah itu, Rohib memberanikan diri kembali ke istana untuk menghadap kepada ayahnya. Namun, sebelum sampai di istana, terlebih dahulu ia memohon kepada Mentiko Betuah agar memberinya uang yang banyak untuk menggantikan modalnya yang telah dibagi-bagikan kepada orang-orang kampung, dan keuntungan dari hasil dagangannya. Ayahnya pun sangat senang menyambut putranya yang telah membawa uang yang banyak dari hasil dagangannya. Akhirnya, Rohib diterima kembali oleh ayahnya dan terbebas dari ancaman hukuman mati. Semua itu berkat pertolongan Mentiko Betuah, pemberian ular itu.

Setelah itu, Rohib berpikir bagaimana cara untuk menyimpan Mentiko Betuah itu agar tidak hilang. Suatu hari, ia menemukan sebuah cara, yaitu ia hendak menempanya menjadi sebuah cincin. Lalu dibawanya Mentiko Betuah itu kepada seorang tukang emas. Namun tanpa disangkanya, tukang emas itu menipunya dengan membawa lari benda itu. Oleh karena Rohib sudah bersahabat dengan hewan-hewan, ia pun meminta bantuan kepada mereka. Tikus, kucing dan anjing pun bersedia menolongnya. Anjing dengan indera penciumannya, berhasil menemukan jejak si tukang emas, yang telah melarikan diri ke seberang sungai. Kini, giliran si Kucing dan si Tikus untuk mencari cara bagaimana cara mengambil cincin itu yang disimpan di dalam mulut tukang emas. Pada tengah malam, si Tikus memasukkan ekornya ke dalam lubang hidung si Tukang Emas yang sedang tertidur. Tak berapa lama, Tukang Emas itu bersin, sehingga Mentiko Betuah terlempar keluar dari mulutnya. Pada saat itulah, si Tikus segera mengambil benda itu.

Namun, ketika Mentiko Betuah akan dikembalikan kepada Rohib, si Tikus menipu kedua temannya dengan mengatakan bahwa Mentiko Betuah terjatuh ke dalam sungai. Padahal sebenarnya benda itu ada di dalam mulutnya. Pada saat kedua temannya mencari benda itu ke dasar sungai, ia segera menghadap kepada si Rohib. Dengan demikian, si Tikuslah yang dianggap sebagai pahlawan dalam hal ini. Sementara, si Kucing dan si Anjing merasa sangat bersalah, karena tidak berhasil membawa Mentiko Betuah. Ketika diketahui bahwa si Rohib telah menemukan Mentiko Betuahnya, yang dibawa oleh si Tikus, maka tahulah si Kucing dan si Anjing bahwa si Tikus telah melakukan kelicikan.

Menurut masyarakat setempat, bahwa berawal dari cerita inilah mengapa tikus sangat dibenci oleh anjing dan kucing hingga saat ini.